Latest News

Friday, March 11, 2011

Cost Of Heat Exchanger Fouling For Treatment Of Radioactive Liquid Waste

COST OF HEAT EXCHANGER FOULING FOR TREATMENT OF RADIOACTIVE LIQUID WASTE

Zainus Salimin, Endang Nuraeni
PTLR � BATAN

ABSTRACT
COST OF HEAT EXCHANGER FOULING FOR TREATMENT OF RADIOACTIVE LIQUID WASTE.
Heat exchanger are used in many heat sources, heat recovery from hot fluid, and another industrial process application including radioactive liquid waste treatment. Concentrating of solution by evaporation with tubular heating the surface heat exchanger is the effective method for decontamination of radioactive waste. Heat transfer resistance for new equipment comes from fluid thin layers on the inside and outside of tube walls, but after operating of equipment the heat transfer resistance of scale deposit provokes the increasing of heat transfer surface area (A) and pumping energy (-Ws) caused of decreasing of profile area and increasing of friction energy losses. By utilization of overalls heat transfer equation, the differences of A requirement can be calculated, and by utilization of flowing equation of Bernoulli the energy of �Ws can be determined. Than the estimation of increasing of cost can be determined. The evaporation of liquid waste at Serpong nuclear facility having the permanent hardness of CaSO4 and MgSO4 with ratio of 2:1(w/w) generates scales or fouling on the heat exchanger of E 22001 with the value of Rd 0,002. The presence of fouling on the heat exchanger of E 22001 gives the additional cost i.e capital investment of equipment increased 1,67 than the capital without fouling cause its heat transfer surface area of 1,7 than the surface area without fouling, energy cost is 1,69 greater than the cost without fouling, and pumping power increased 1,78 than the power without fouling. The presence of fouling gives also additional cost of 24.000.000,00 rupiah�s per year for descaling operation and lost of operating time of 107 days per year for descaling operation. These working paper describes the calculation of additional cost due to the presence of fouling.

Keywords : Radioactive Liquid Waste
Prosiding Seminar Nasional ke-15 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir ISSN : 0854 - 2910 Surakarta, 17 Oktober 2009

ABSTRAK
ESTIMASI BIAYA FOULING PADA ALAT PENUKAR PANAS UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF CAIR.
Alat penukar panas digunakan untuk pengelolaan sumber panas, pengambilan panas dari fluida, dan aplikasi proses industri seperti pengolahan limbah. Pemekatan larutan melalui penguapan dengan alat tubular heating surface adalah cara efektif untuk dekontaminasi limbah radioaktif cair. Tahanan transfer panas alat yang baru hanya berasal dari lapisan film tipis fluida pada dinding bagian dalam dan luar dari tube, namun setelah alat dioperasikan timbul tahanan transfer panas deposit endapan atau kerak yang disebut fouling factor (Rd). Adanya kerak menyebabkan kebutuhan luas permukaan transfer panas (A) naik, dan kebutuhan tenaga pemompaan (-Ws) meningkat karena luas penampang aliran mengecil dan kehilangan tenaga karena friksi naik. Melalui penggunaan persamaan transfer panas overall selisih kebutuhan A tersebut dapat ditentukan dan melalui penggunaan persamaan aliran selisih kebutuhan tenaga �Ws dapat dihitung, sehingga estimasi kenaikan biayanya dapat dihitung. Limbah fasilitas nuklir Serpong berkesadahan tetap CaSO4 dan MgSO4 pada nisbah 2:1 (w/w), bila dipekatkan menimbulkan kerak pada alat penukar panas E 22001 pada nilai Rd 0,002. Adanya fouling tersebut menimbulkan biaya tambahan yang meliputi biaya kapital alat penukar panas berharga 1,67 kali biaya kapital alat tanpa fouling karena luas permukaan transfer panasnya 1,67 kali luas permukaan tanpa fouling, biaya kebutuhan energi naik 1,69 kali dibanding biayanya tanpa fouling, dan kenaikan tenaga pemompaan 1,78 kali tenaga pemompaannya tanpa fouling. Selain itu adanya fouling memerlukan biaya tambahan 24 juta rupiah per tahun untuk penghilangan kerak, dan kehilangan waktu operasi 107 hari per tahun untuk penghilangan kerak. Dalam makalah ini diuraikan perhitungan biaya tambahan tersebut.

PENDAHULUAN

Alat penukar panas bentuk shell and tube atau tubular heating surface banyak digunakan di industri dalam proses produksi, pengelolaan sumber panas, dan aplikasi proses yang lain seperti pengolahan limbah. Bentuk-bentuk alat penukar panas yang ada meliputi antara lain heater, vaporizer, heat exchanger, evaporator, dan lain-lain. Pada operasional alat penukar panas terdapat dua macam fluida yaitu fluida panas (pemanas) dan fluida dingin (fluida yang dipanaskan dan atau diuapkan) yang masing-masing dialirkan di bagian tube atau shell tergantung pada kepentingan operasionalnya.
Pemanas diprioritaskan dialirkan di bagian tube dan fluida yang dipanaskan dialirkan di bagian shell sehingga panas bisa ditransfer kearah luar (kearah fluida dingin yang ada di bagian shell) sehingga tidak ada urgensi dibutuhkannya isolator pada bagian shell. Namun apabila fluida yang dipanaskan tersebut dalam proses pemanasannya dan atau pengalirannya menimbulkan deposit endapan karena proses fouling, maka fluida yang dipanaskan tersebut dialirkan di bagian tube[1,2].
Akibatnya fluida pemanas harus dialirkan pada bagian shell sehingga dibutuhkan isolator sepanjang shell. Keberadaan deposit endapan di bagian tube mudah dibersihkan dengan sikat kawat dan kombinasi perendaman dengan zat kimia [1].

Fouling adalah pembentukan endapan atau deposit zat anorganik dan atau organik pada permukaan transfer panas. Fouling diklasifikasikan berdasarkan proses terjadinya menjadi 6 macam sebagai berikut [3,4,5]:

1. Fouling karena pengendapan pada suhu tinggi.
Garam-garam yang termasuk kesadahan tetap seperti kalsium sulfat, magnesium sulfat, kalsium karbonat, magnesium karbonat, dan senyawa silikat kelarutannya turun oleh karena suhu. Dalam pemekatan larutan garam yang mengandung kesadahan tetap melalui proses evaporasi pada suhu didihnya, terjadi kenaikan konsentrasi garam dalam larutan sekaligus penurunan kelarutannya karena kenaikan suhu. Saat konsentrasi larutan bergerak dari kondisi jenuh ke superjenuh terjadilah nukleasi dan pertumbuhan kristal. Kristal bertambah besar dan setelah mencapai berat tertentu mengendap secara gravitasi. Pada waktu yang bersamaan karena kelarutannya turun akibat kenaikan suhu maka garam yang saat suhunya rendah dalam larutan akan mengendap.

Fouling yang terjadi karena pengendapan pada suhu tinggi disebut juga scaling, dan deposit endapan yang didapat disebut scale atau kerak.

2. Fouling karena sedimentasi partikel.
Pemekatan larutan yang mengandung partikel padatan terdispersi melalui penguapan pelarutnya menghasilkan peningkatan kadar padatan dalam larutan. Keadaan tersebut menimbulkan resiko sedimentasi partikel padatan pada permukaan transfer panas, deposit padatan tersebut menempel secara adhesi pada dinding transfer panas.

3. Fouling karena reaksi kimia.
Bila larutan mengandung senyawa-senyawa yang dapat saling bereaksi pada suhu tinggi membentuk garam hasil reaksi berupa endapan, maka timbullah deposit endapan garam pada dinding transfer panas. Fouling yang terjadi karena reaksi kimia tersebut disebut salting.

4. Fouling karena korosi.
Korosi logam karena oksidasi terjadi pada permukaan logam yang mengandung besi sehingga terbentuk besi oksida (karat). Pada korosi permukaan dinding bagian dalam pipa, besi oksida yang terbentuk akan mengumpul dan menutupi penampang saluran pipa yang menyebabkan penahanan aliran sehingga terjadi penurunan tekanan.

5. Fouling karena proses biologi.
Deposit endapan dari proses biologi dapat terjadi pada sistem yang menggunakan air tanah atau air perairan yang mengandung mikroorganisme. Kumpulan jamur, ganggang, dan lain-lain yang menempel pada dinding akan membentuk deposit biologi yang disebut biofouling.

6. Fouling karena pemadatan.
Fouling karena pemadatan terjadi karena jenis kandungan tertentu dalam umpan larutan.

Deposit endapan tersebut dapat menyebabkan [6]:
a. Isolator panas pada permukaan sehingga menyebabkan penurunan transfer panas melewati dinding pipa. Deposit endapan pada dinding menimbulkan tahanan transfer panas yang menyebabkan penurunan nilai luas permukaan transfer panas sehingga panas yang diterima fluida dari sumber panas melewati dinding pipa menjadi menurun. Guna menghindari penurunan luas permukaan transfer panas tersebut sepanjang periode operasional alat penukar panas, pada tahapan perancangan peralatan telah diperhitungkan adanya deposit kerak melalui penggunaan nilai Fouling Factor (Rd) yang dipersyaratkan sehingga luas permukaan transfer panas yang disediakan menjadi berlebih dari nilai yang dibutuhkan saat awal operasi.

b. Meningkatkan kekasaran permukaan dinding pipa (permukaan transfer panas) yang menaikan friksi aliran. Deposit endapan pada permukaan dinding pipa akan meningkatkan nilai e (kekasaran permukaan dinding) yang menyebabkan faktor friksi f meningkat, sehingga tenaga yang hilang karena friksi meningkat pula. Akibatnya kebutuhan tenaga pemompaan fluida menjadi naik.

c. Menciptakan lingkungan penampang saluran terlokalisir bila korosi yang terjadi. Deposit besi oksida dari korosi yang terakumulasi pada dinding bagian dalam pipa akan menggunung pada penampang dan memperkecil luas penampang pipa sehingga menghambat aliran yang berakibat tenaga pemompaan meningkat untuk pengaliran dengan laju alir yang sama.

No comments:

Post a Comment

Tags