Latest News

Tuesday, March 29, 2011

Criteria Selection Aspect On The Establishment Of Nuclear Fuel Element Plant Type Of PWR In Indonesia Through Conversion Line Of Ammonium Uranyl Carbo

CRITERIA SELECTION ASPECT ON THE ESTABLISHMENT OF NUCLEAR FUEL ELEMENT PLANT TYPE OF PWR IN INDONESIA THROUGH CONVERSION LINE OF AMMONIUM URANYL CARBONATE

Bambang G Susanto
PTBN - BATAN

ABSTRACT
CRITERIA SELECTION ASPECT ON THE ESTABLISHMENT OF NUCLEAR FUEL ELEMENT PLANT TYPE OF PWR IN INDONESIA THROUGH CONVERSION LINE OF AMMONIUM URANYL CARBONATE.
The calculation of criteria selection aspect on the establishment of nuclear fuel element plant through conversion of ammonium uranyl carbonate having capacity of 710 tons UO2/year has been conducted. From criteria selection aspect that has been calculated, is concluded that pay-back period is 3.3 year; return on investment (ROI) is 25.37%; rentability of the project is excellent that is the plant will give the profit since the first year and the accumulation of the profit after the year 20th is US $ 2,204,463,300,-; net present value at capital cost 15% is US $ 169,147,300,- ; internal rate of return (IRR) is 22.81.%, profitability index is 1.63 greater than 1,0 that indicate the project is interesting to be built; the benefit cost ratio (BCR) is 2.72. also greater than 1.0 shows that the plant will give the benefit and feasible to be built.

Keywords: selection criteria, pay back period, net present value (NPV), ROI , BCR
Prosiding Seminar Nasional ke-15 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir ISSN : 0854 � 2910 Surakarta, 17 Oktober 2009

ABSTRAK
ASPEK KRITERIA SELEKSI PADA PENDIRIAN PABRIK ELEMEN BAKAR NUKLIR TIPE PWR DI INDONESIA MELALUI JALUR KONVERSI AMMONIUM URANIL KARBONAT (AUK).
Telah dilakukan perhitungan aspek kriteria seleksi pada pendirian pabrik elemen bakar nuklir melalui jalur konversi ammonium uranil karbonat, kapasitas 710 ton UO2/tahun. Dari aspek kriteria seleksi yang telah dihitung, disimpulkan bahwa : periode pengembalian modal 3,3 tahun; pengembalian atas investasi ( ROI) = 25,37%; rentabilitas usaha sangat baik, yaitu pabrik akan untung pada tahun pertama operasi dan akkumulasi keuntungan selama 20 tahun adalah US $ 2.204.463.300,- nilai netto sekarang (NPV) pada capital cost 15% menunjukkan harga positif yaitu sebesar US $ 169.147.300,- arus pengembalian internal IRR sebesar 22,81 %; nilai indeks profitabilitas > 1 yaitu sebesar 1,63 yang mengindikasikan pabrik menarik untuk dibangun; benefit cost ratio (BCR) bernilai >1 yaitu 2,72 yang menunjukkan bahwa pabrik akan memberikan manfaat dan layak untuk dibangun.
Katakunci: kriteria seleksi, periode pengembalian, pengembalian atas investasi, nilai netto sekarang, BCR

1.PENDAHULUAN
Pemerintah telah berupaya untuk memenuhi kebutuhan energi, khususnya energi listrik untuk menunjang pembangunan nasional. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi, serta blue print pengelolaan energi tahun 2005 -2025 telah dikeluarkan dan memasukkan opsi nuklir sebagai bauran energi dimasa yang akan datang(1,2). Bila opsi PLTN dipilih untuk dibangun di Indonesia, maka perlu dipikirkan sejak awal perencanaan tentang kesinambungan pasokan bahan bakar untuk PLTN itu dalam jangka panjang. Untuk menjawab masalah ini, PTBN-BATAN sejak tahu 2006 telah melakukan Pra Studi Kelayakan Pembangunan Pabrik Elemen Bakar Nuklir Tipe PWR(3,4).

Proses pengambilan keputusan untuk membangun pabrik elemen bakar nuklir di Indonesia , perlu diuji dengan kriteria seleksi. Seleksi disini diartikan segala sesuatu yang berkaitan dengan menerima atau menolak usulan proyek tsb. Kriteria seleksi yang lazim dipraktekkan bagi proyek pembangunan yang akan didirikan antara lain(4,5):
1. Yang tidak memperhitungkan nilai waktu dari uang misalnya:
a. Periode pengembalian (pay-back periode)
b. Pengembalian investasi (return on investment)
2. Yang memperhitungkan nilai waktu dari uang.
a.Perhitungan nilai netto (Net Present Value- NPV)
b. Internal Rate of Return (IRR)
c. Indeks profitabilitas
d. Benefit Cost Ratio (BCR)

Periode Pengembalian adalah jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal suatu investasi, dihitung dari aliran kas bersih. Aliran kas bersih adalah selisih pendapatan (revenue) terhadap pengeluaran (expenses) per tahun. Periode pengembalian dapat dirumuskan sbb(4,5):
Periode Pengembalian = Cf /A
dengan:
Cf = Biaya Investasi Pertama
A = Aliran kas netto per tahun.
Bila aliran kas netto tahunan tidak sama, maka dapat dipergunakan aliran kas netto rata-rata selama umur pabrik (20 tahun).

dst bisa dilihat pada makalah lengkap.

Thursday, March 24, 2011

The Assessment Of Safety Performance Indicator Implementation On Research Reactors In Indonesia

THE ASSESSMENT OF SAFETY PERFORMANCE INDICATOR IMPLEMENTATION ON RESEARCH REACTORS IN INDONESIA

Yusri Heni, Dedi Hermawan dan Pandu Dewanto
BAPETEN

ABSTRACT
THE ASSESSMENT OF SAFETY PERFORMANCE INDICATOR IMPLEMENTATION ON RESEARCH REACTORS IN INDONESIA.
Indonesia has three research reactors which regulate by BAPETEN to ensure that the operation will conform with regulation for the safety and health of worker, public, and environment. High safety level is a complex interaction between good design, safety operation and reliability of human performance. Safety performance indicator give valuable information in managing installation performance effectively. The implementation of safety performance indicator on NPP and research reactors has been used to improved the effectiveness of regulation process in the other countries. The assessment of safety performance indicator, have purposes to increase the objectiveness of regulatory process as a feedback to the safety operation of research reactor to minimize subjective decision and unprocessed review, to have distinct relation between regulatory action and users, so the resource of the regulatory body and the owner focused on safety performance aspect which have great impact to the safety operation of the nuclear facility. From the identification assessment on research reactors in Indonesia and then conform it with the regulation aspect of BAPETEN, the Overall Safety Performance Indicator is divided into 5 overall indicators which is reactor safety, radiation safety for worker, radiation safety for environment, emergency preparedness, quality assurance. Overall, the safety performance indicators has been concluded into 11 strategic indicators and 72 specific indicators which can directly monitored and quantified. This safety performance indicators will be reported by owner every three month and BAPETEN will conduct inspection to verified it. Law enforcement action to safety violence will be conduct conform with the regulation and finding category of inspection.

Keywords : research reactors, safety performance indicator
Prosiding Seminar Nasional ke-15 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir ISSN : 0854 � 2910 Surakarta, 17 Oktober 2009

ABSTRAK
KAJIAN PENERAPAN INDIKATOR KINERJA KESELAMATAN PADA REAKTOR RISET DI INDONESIA.
Saat ini Indonesia mempunyai 3 reaktor riset, pengawasan yang dilakukan BAPETEN ditujukan untuk memastikan bahwa reaktor riset yang ada telah dioperasikan sesuai dengan ketentuan keselamatan sehingga aman bagi pekerja, masyarakat dan lingkungan hidup. Tingkat keselamatan yang tinggi merupakan hasil dari interaksi yang kompleks antara desain yang baik, operasi yang aman, dan kinerja manusia yang handal. Indikator kinerja keselamatan yang ada akan memberikan informasi yang berharga dalam mengelola kinerja keselamatan instalasi yang efektif. Di beberapa negara penerapan indikator kinerja keselamatan pada reaktor daya maupun reaktor riset ini diperlukan untuk meningkatkan efektivitas proses pengawasan. Kajian penerapan indikator kinerja keselamatan yang dilakukan ini ditujukan untuk meningkatkan obyektivitas proses pengawasan terhadap umpan balik keselamatan operasi reaktor riset sehingga keputusan subyektif dan penilaian yang tidak bersifat proses dapat diminimalkan, tindakan pengawasan yang dilakukan memiliki kaitan yang jelas dengan kinerja keselamatan pemegang izin, sehingga sumber daya badan pengawas dan pemegang izin terfokus pada aspek kinerja keselamatan yang memiliki dampak besar terhadap operasi fasilitas nuklir yang selamat. Dari hasil kajian identifikasi terhadap ketiga reaktor riset di Indonesia serta kesesuaiannya dengan lingkup pengawasan yang dilakukan oleh BAPETEN maka dihasilkan lima Indikator Kinerja Keselamatan Keseluruhan yaitu Keselamatan Reaktor, Keselamatan Radiasi bagi pekerja, Keselamatan radiasi Lingkungan, Kedaruratan Nuklir, dan Jaminan Mutu. Secara keseluruhan dihasilkan 11 indikator stratejik dan 72 indikator spesifik yang dapat langsung dimonitor dan dikuantifikasi. Indikator kinerja keselamatan ini akan dilaporkan oleh pemegang izin setiap triwulan kemudian diverifikasi oleh BAPETEN melalui kegiatan inspeksi. Tindakan penegakkan hukum terhadap penyimpangan keselamatan dilakukan sesuai dengan ketentuan dan kategori temuan hasil pengawasan.

Katakunci : Reaktor Riset , Indikator Kinerja Keselamatan

1. PENDAHULUAN
Kajian Indikator Kinerja Keselamatan reaktor riset ini dilakukan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas serta kualitas pelaksanaan pengawasan reaktor riset yang sudah dilakukan oleh BAPETEN, khususnya untuk mendukung kegiatan inspeksi keselamatan reaktor riset. Penerapan indikator kinerja
keselamatan ini dibeberapa negara sudah dilakukan, hal ini diperlukan untuk kajian yang terkait dengan umpan balik pengalaman operasi (operational experience feed back � OEF).

Kajian ini juga diperlukan untuk melakukan pengembangan proses yang lebih obyektif untuk mengkaji pengawasan pemegang izin dalam memantau kinerja keselamatan reaktor riset. Ambang setiap indikator kinerja keselamatan memberikan indikasi obyektif mengenai kebutuhan untuk meningkatkan pelaksanaan inspeksi reaktor riset serta sebagai pertimbangan tindakan pengawasan lainnya yang berdasar pada kinerja pemegang izin. Keseluruhan proses pengkajian diperlukan untuk:
� Meningkatkan obyektivitas proses pengawasan sehingga keputusan subyektif dan penilaian yang tidak bersifat proses dapat diminimalkan.
� Meningkatkan penelitian yang mendalam dalam proses pengkajian badan pengawas sehingga tindakan badan pengawas memiliki kaitan jelas dengan kinerja keselamatan pemegang izin, dan
� Memberikan informasi proses pengkajian pengawasan sehingga sumber daya badan pengawas dan pemegang izin terfokus pada aspek kinerja keselamatan dan keamanan yang miliki dampak yang lebih besar terhadap operasi fasilitas yang selamat.

Dalam mengidentifikasi aspek-aspek kinerja pemegang izin tersebut yang penting bagi misi badan pengawas adalah memberikan proteksi memadai bagi kesehatan dan keselamatan pekerja, masyarakat dan lingkungan.

Tujuan pemantauan kinerja Keselamatan [5,12,15]
� Menjaga frekuensi kejadian yang dapat menyebabkan suatu kecelakaan reaktor nuklir tetap rendah.
� Paparan radiasi signifikan yang dihasilkan dari rektor nuklir adalah nol;
� Tidak ada peningkatan jumlah pelepasan bahan radioaktif di luar tapak dari reaktor nuklir yang melebihi batas ketentuan keselamatan.
� Manajemen keselamatan yang efektif untuk memperkecil kecelakaan reaktor.
� Tidak ada pelanggaran yang berarti terhadap proteksi fisik yang memperlemah proteksi terhadap sabotase radiologis, pencurian, atau diversi terhadap material nuklir khusus.

Kajian Indikator Kinerja Keselamatan dilakukan untuk lima bidang sesuai dengan lingkup inspeksi keselamatan reaktor riset yang selama ini sudah dilakukan oleh BAPETEN, sehingga hasil kajian dan data indikator kinerja keselamatan reaktor yang di laporkan oleh pemegang izin kepada BAPETEN, dapat diverifikasi melalui pelaksanaan inspeksi. Hasil inspeksi akan melengkapi atau menyempurnakan kondisi kinerja keselamatan dari setiap bidang.

Proses pengawasan yang dilakukan oleh BAPETEN akan difokuskan pada kinerja keselamatan yang lemah dan perlu mendapat perhatian yang serius, atau proses pengawasan dilakukan untuk aspek yang menunjukkan resiko lebih tinggi. Dengan demikian maka sumberdaya pengawasan akan lebih efektif dan efisien.

Kelima bidang inspeksi reaktor riset tersebut mencakup :
a. Keselamatan operasi reaktor
b. Keselamatan radiasi bagi pekerja
c. Keselamatan radiasi lingkungan
d. Kedaruratan nuklir
e. Jaminan mutu

Monday, March 21, 2011

Indonesia User Requirement Document (IURD) Instrumentation And Control As Infrastructure To The Construction Of PWR-NPP Class 1000 MWE

INDONESIA USER REQUIREMENT DOCUMENT (IURD) INSTRUMENTATION AND CONTROL AS INFRASTUCTURE TO THE CONSTRUCTION OF PWR-NPP CLASS 1000 MWE.

Djoko Hari Nugroho, Sudarno, Sigit Santoso, Muh Subekti
PTRKN � BATAN

ABSTRACT
INDONESIA USER REQUIREMENT DOCUMENT (IURD) INSTRUMENTATION AND CONTROL AS INFRASTUCTURE TO THE CONSTRUCTION OF PWR-NPP CLASS 1000 MWE.
This paper discusses Indonesia User Requirement Document (IURD) as infrastructure on introduction to the preparation of the first NPP in Indonesia. The IURD is needed in the bidding process as one of steps in the preparation of NPP construction. So, it is very important to be prepared the IURD as soon. One of chapters in the IURD concern with Instrumentation & Control and Man-Machine Interface (MMI for 1000 MWe PWR NPP. Methodology used in this paper is to compare the IURD with IAEA documents and EPRI version URD. Requirement criteria in the IURD mainly emphasized on the safety and economic aspects for process supervision and control in the NPP. Based on the analysis, it can be concluded that the requirement should be flexible to find the optimal solution on the design, but allowing the proven advanced technology and should be referred to the IAEA document, international and local standard.

Key words: IURD, Instrumentation and Control, infrastructure, PWR class 1000 MWe
Prosiding Seminar Nasional ke-15 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir ISSN : 0854 � 2910 Surakarta, 17 Oktober 2009

ABSTRAK
INDONESIA USER REQUIREMENT DOCUMENT (IURD) INSTRUMENTASI DAN KENDALI SEBAGAI INFRASTRUKTUR PERSIAPAN PEMBANGUNAN PLTN JENIS PWR KLAS 1000 MWE. Dalam rangka persiapan pembangunan PLTN pertama di Indonesia diperlukan persiapan infrastruktur. Salah satu tahap yang harus dilalui sebelum dilakukan pelelangan adalah pembuatan URD sebagai bahan dokumen pelelangan dalam bentuk IURD (Indonesia User Requirement Document). Salah satu bagian penting dalam IURD adalah Bab 10 terkait dengan Instrumentasi dan Kendali (I & K) serta Man-Machine Interface (MMI). Tujuan penulisan makalah ini adalah melakukan kajian terhadap IURD Bab 10 untuk PLTN kelas 1000 MWe. Metodologi yang dipergunakan adalah melakukan tinjauan berdasarkan persyaratan dalam dokumen IAE. Kemudian IUER akan diperbandingkan dengan URD dari Eropa serta dokumen URD dari EPRI-USA. Kriteria persyaratan pada IURD ditekankan pada aspek keselamatan dan ekonomi untuk tujuan supervisi dan pengendalian proses pada pembangkit daya nuklir. Dari analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa diperlukan fleksibilitas persyaratan agar diperoleh optimisasi solusi desain namun tetap mengikuti keunggulan teknologi terkini yang sudah teruji dengan tetap mengacu pada dokumen IAEA serta standar internasional dan lokal.

Katakunci : IURD, Instrumentasi dan Kendali, infrastruktur, PWR kelas 1000 MWe

1. PENDAHULUAN
Menyongsong persiapan pembangunan PLTN pertama di Indonesia diperlukan persiapan infrastruktur. Di samping lembaga regulasi (Regulatory Body), peran Technical Support Organization (TSO) sangat penting agar mampu memberikan jasa konsultasi teknik untuk memberi dukungan dalam rekomendasi dan pengambilan keputusan selama proses perijinan, perancangan, konstruksi/komisioning, operasi, maupun dekomisioning. Salah satu tahap yang harus dilalui sebelum dilakukan pelelangan PLTN adalah pembuatan URD sebagai bahan dokumen pelelangan. Untuk tujuan tersebut maka diperlukan dokumen persyaratan PLTN yang akan dibangun di Indonesia dalam bentuk IURD (Indonesia User Requirement Document).

Salah satu bagian penting dalam IURD adalah Bab 10 terkait dengan Instrumentasi dan Kendali (I & K) serta Man-Machine Interface (MMI). Pada makalah ini akan dikaji ertama kali substansi IURD Bab 10 yang dalam penyusunannya memadukan informasi utama yang diperoleh dari persyaratan dalam dokumen IAEA terutama IAEA nomor 50-SGD8, URD dari Eropa serta dokumen URD dari EPRI-USA. Kriteria persyaratan ditekankan pada aspek keselamatan dan ekonomi untuk tujuan supervisi dan pengendalian proses pada pembangkit daya nuklir. Kemudian akan ditinjau perbandingan antara IURD dengan URD versi Eropa atau EUR dan perbandingan antara IURD dengan URD versi EPRI

Persyaratan untuk keselamatan dan perijinan yang dicantumkan terkait dengan teknologi yang sudah teruji (proven) saat ini dan berdasarkan pengalaman implementasinya dan tidak tergantung pada pabrik pembuat I & K. Standar persyaratan didasarkan terutama pada standar internasional dan standar lokal terkait yang dapat dipenuhi oleh semua perancang sistem I & K. Sistematika yang dipergunakan dalam penyusunan IURD ini secara deduktif dengan cara dievaluasi pertama kali prinsip I & K secara umum dan yang terkait dengannya (dapat berupa manusia dan bukan manusia).

Diharapkan dengan melakukan perbandingan antara IURD dengan EUR dan URD versi EPRI, maka substansi IURD akan lebih lengkap merepresentasikan karakteristik PLTN PWR klas 1000 Mwe yang diharapkan akan dibangun di Indonesia.

2. TEORI
2.1. Persyaratan Perancangan
Pada bab 10 dijelaskan persyaratan perancangan arsitektur Instrumentasi dan Kendali (I & K) serta Man-Machine Interface (MMI) dengan penekanan pada aspek keselamatan dan ekonomi untuk tujuan supervisi dan pengendalian proses pada pembangkit daya nuklir. Persyaratan untuk keselamatan dan perijinan yang dicantumkan terkait dengan teknologi yang sudah teruji (proven) saat ini dan berdasarkan pengalaman implementasinya dan tidak tergantung pada pabrik pembuat I & K. Standar persyaratan didasarkan terutama pada standar IAEA dan standar lokal terkait.

Tujuan pada bab 10 adalah membuat daftar persyaratan dan metodologi yang dapat dipenuhi oleh semua perancang sistem I & K. Dengan demikian diperlukan fleksibilitas persyaratan agar diperoleh optimisasi solusi desain namun tetap mengikuti keunggulan teknologi terkini yang sudah teruji (proven). Keunggulan teknologi dipilih untuk dapat mencapai tingkat keselamatan yang lebih tinggi sebagai proritas utama dan ekonomi sebagai perioritas berikutnya dibandingkan dengan teknologi sebelumnya.

Sistematika pembahasan diatur secara deduktif dengan cara dievaluasi pertama kali prinsip I & K secara umum dan yang terkait dengannya (dapat berupa manusia dan bukan manusia). Kemudian dibahas berturut-turut analisis fungsional, persyaratan fungsional, dan persyaratan teknis.

Peran utama I & K adalah untuk memungkinkan proses dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan di sekitarnya. Dengan demikian pada saat melakukan desain I & K perlu diperhatikan kebutuhan pengguna - berupa manusia atau sistem perangkat pendukung lain -, dan fitur antarmuka manusia dan mesin dengan tujuan utama untuk mempermudah pelaksanaan tugas sekaligus mengurangi kesalahan manusia.

Analisis fungsional dengan kinerja yang tinggi dikaitkan dengan peran I & K dalam melakukan monitoring dan pengendalian variabel proses dan neutronik. Untuk implementasi dipergunakan teknologi paling maju saat ini dan yang sudah teruji.

Persyaratan fungsional untuk desain I & K pada prinsipnya mengacu pada pedoman yang tercantum dalam dokumen IAEA dan standar lokal, serta tidak perlu terikat hanya pada standar yang diacu pada EUR. Persyaratan I & K ditujukan untuk memastikan keselamatan ditunjukkan oleh jaminan akan kinerja sistem, keandalan, ketersediaan yang tinggi dan adanya keterpisahan antara sistem monitoring dan proteksi. Semua persyaratan dikaitkan dengan standar dokumen IAEA nomor 50-SG-D8 : Safety-related Instrumentation and Control for NPP.

Persyaratan teknik pada perancangan I & K dipergunakan untuk spesifikasi dan pemilihan peralatan dengan berpedoman pada prinsip pemilihan teknologi dengan kecenderungan pada ketersediaan/reliabilitas yang tinggi, kemudahan dalam perawatan,jaminan akan catu pasar (market supply), faktor manusia, kompatibilitas/ standar (misalnya untuk tata letak, pengkabelan, dan kompatibilitas elektromagnetik), kemudahan untuk diakses, integritas data, keamanan data, aspek legalitas.

Analisis fungsional dilakukan dengan tujuan untuk merancang sistem I&K agar diperoleh kinerja terbaik pengendalian proses pembangkit daya. Tujuan ini akan dicapai dengan menggunakan teknologi yang sudah teruji. Langkah-langkah yang perlu diperhatikan pada saat melakukan anlisis antara lain :
- Identifikasi tujuan yang dicanangkan pada sistem
- Pengembangan analisis tugas untuk memperoleh cara untuk mecapai tujuan
- Melakukan verifikasi apakah desain menuju ke arah tercapainya tujuan yang sudah direncanakan secara effektif terutama untuk desain arsitektur I&K
- Persyaratan dan metodologi yang akan dipergunakan untuk merancang MMI

Implementasi terkait manajemen proyek didasarkan pada life cycle I & K untuk perangkat keras dan lunak mulai dari perencanaan, standarisasi & verifikasi, konstruksi, commissioning, pengujian/ feedback, implementasi, operasi, dan perawatan dengan sepenuhnya mengacu pada aspek manajemen sistem keselamatan dan jaminan kualitas.

Dalam PLTN, I & K berperan penting untuk menjamin kinerja instalasi dari aspek akurasi ketersediaan daya, stabilitas, sensitivitas terhadap gangguan sekaligus menjamin terselenggaranya fungsi keselamatan dasar mengikuti prinsip defence in depth untuk mengantisipasi incident dan kecelakaan (accident).

Berdasarkan dokumen IAEA nomor 50-SG-D8 : Safety-related Instrumentation and Control for NPP dijelaskan bahwa persyaratan desain untuk instrumentasi dan kendali (I & K) terkait dengan beberapa aspek antara lain kinerja, keandalan, independensi, kualifikasi, mudah untuk dilakukan pengujian, mudah untuk dirawat, catu daya cocok persyaratannya dengan peralatan yang didukung, interferensi rendah, ruang kendali dan MMI yang didesain mendukung keselamatan, memiliki sistem pengendali tambahan, menggunakan sistem kendali digital, didukung oleh tanda bahaya dan sistem komunikasi oral yang semuanya didukung oleh teknologi modern termasuk implementasi MMI cerdas dan menuju ke pengelolaan instalasi yang effisien.

2.2. Kebijakan Keselamatan I&K
Tujuan dan kebijakan keselamatan diimplemetasikan pada prinsip defence in depth yang tercantum dalam INSAG 10. Implementasi defence in depth secara konsisten terkait dengan karakteristik instalasi dalam menanggapi kecelakaan.

Pendekatan keselamatan untuk desain dan pengkajian terkait keselamatan nuklir secara deterministik tertuang dalam Design Basis Condition (DBC). Jangkauan DBC dikelola dari 2 aspek yang mempertimbangkan (a) kemungkinan kegagalan pada pengkajian secara deterministik pada 4 tingkat pertama defence in depth dan (b) potensi fasilitas untuk mencegah, mengendalikan , dan membatasi konsekuensi kecelakaan terparah. Sedangkan situasi yang diamati untuk mencegah, mengendalikan , dan membatasi konsekuensi kecelakaan terparah dikategorisasikan sebagai Design Extension Conditions (DEC).

Implementasi secara rekayasa dinyatakan dalam fungsi keselamatan dan kategorisasi peralatan untuk mengungkung material radioaktif, mengendalikan reaktivitas, dan memindahkan panas dari teras. Fungsi keselamatan seperti tersebut diimplementasikan dalam desain dan arsitektur I & K sehingga memiliki kapabilitas seperti dipersyaratkan dalam dokumen IAEA nomor 50-SG-D8.

3. INSTRUMENTASI
3.1. Prinsip Dasar
Menurut Standard IEC 61508, field bus dapat diaplikasikan pada sistem related-tosafety. Namun untuk aplikasi nuklir, IAEA lebih ketat menerapkan standar berdasarkan dokumen IAEA. Semua persyaratan dikaitkan dengan standar dokumen IAEA nomor 50-SGD8 : Safety-related Instrumentation and Control for NPP. Field bus hanya diterapkan pada aplikasi non-safety

Perawatan dan perbaikan harus dapat dilakukan pada semua kondisi operasi PLTN, tanpa mengharuskan shutdown operasi.

Jika titik pengukuran diletakkan pada daerah yang tidak dapat dimasuki, maka trasmitter terkait harus dipasang pada ruang yang dapat dimasuki pekerja, agar pekerja dapat menguji kinerja pengukuran secara langsung. hal ini perlu dilakukan terutama untuk pengukuran parameter yang termasuk kategori safety-related. Instrumen yang dipakai untuk monitoring parameter kategori safetyrelated harus mampu untuk mengIdentifikasi dan monitoring kecelakaan dalam kondisi lingkungan khusus yang mengakibatkan kecelakaan. Instrumentasi tersebut berfungsi untuk memberikan informasi terkait manajemen kecelakaan kepada operator dan harus ada jaminan bahwa informasi tersebut dalam keadaan benar.

Untuk parameter yang memerlukan keandalan tinggi dipergunakan pengukuran analog. Representasi sistem dalam bentuk digital merupakan konversi dari pengukuran analog, sehingga keandalannya lebih rendah, dan waktu tanggapnya lebih lambat.

Fungsi I&K diintegrasikan pada Ruang Kendali Utama (RKU). Setiap informasi harus diposisikan dalam suatu tempat pada panel display informasi sedemikian rupa supaya operator mudah membaca informasi. Hal ini terkait dengan kecepatan antisipasi operator yang terukur dalam mengantisipasi kondisi darurat. Proses analisis tersedia dalam panel informasi dan terintegrasi dengan kendali otomatis pada saat operator terlambat mengambil keputusan.

Pengujian dan kalibrasi instrumen sedapat mungkin dilakukan secara remote untuk meminimasi personil dari paparan radiasi. Apalagi pekerjaan pengujian dan kalibrasi ini harus dilakukan secara periodik dalam jadwal perawatan yang tertentu untuk memastikan kinerja sensor dan instrumen terpasang. Interval kalibrasi ditentukan berdasarkan keandalan komponen. Interval kalibrasi dapat ditingkatkan dengan melakukan on-line monitoring, sehingga dapat selalu dapat dibandingkan antara hasil pengukuran dengan estimasi nilai yang benar. Interval kalibrasi disesuaikan dengan pola manajemen penggantian bahan bakar.

3.2. Standarisasi Instrumen
Standarisasi instrumentasi dilakukan dengan terhadap Pencatu daya dan sinyal keluaran instrumentasi terutama untuk sistem pengukuran remote untuk memudahkan dalam perawatan dan pergantian komponen. Sistem akuisisi data menggunakan sinyal yang terstandarisasi untuk memudahkan antarmuka, kalibrasi dan akurasi pengukuran.

Keberagaman instrumentasi harus sesedikit mungkin karena akan menyulitkan instalasi, komisioning, perawatan, pengadaan dan sumberdaya manusianya. Pemilihan perangkat instrumentasi dalam fase perancangan harus tersedia dalam katalog peralatan komersial dan memenuhi kriteria yang dapat diterima sesuai persyaratan.

Klasifikasi dasar sistem I&K adalah F1A, F1B, dan F2. Peralatan pendukung sistem I&K (termasuk software) juga digolongkan menjadi E1A, E1B, dan E2. Seharusnya di bab sebelumnya sudah dijelaskan rujukan referensinya. Misalnya IEEE Standard 323-2004 IEEE Standard for Qualifying Class 1E Equipment for Nuclear Power Generation Station yang menjelaskan persyaratan peralatan E1A dan E1B

Konfirmasi desain peralatan yang bekerja secara otomatis memerlukan definisi terhadap penyelesaian kerja dari fungsi otomatis tersebut sehingga kepastian fungsi dapat dikonfirmasi dengan jelas. Strategi dan manajemen operasi terkait monitoring dijelaskan oleh IAEA TECDOC No.1551- 2007: Implementation Strategies and Tools for Condition Based Maintenance at Nuclear Power Plants.

Sistem pendeteksi satu kegagalan dilakukan dengan secepat mungkin dengan metode terbaru dan proven. Kemajuan metode terbaru deteksi dini gejala kecelakaan yang bekerja secara online dan realtime adalah menggunakan teknik cerdas seperti neural network. Metode yang proven dijelaskan oleh IAEA TECDOC No.1551-2007.

Setiap teknik yang digunakan harus tervalidasi dengan tepat sesuai acuan IAEA TECDOC No.1565-2007 Validation Procedures of Software Applied in Nuclear Instruments. Standart yang digunakan: IEEE Standard 497-2002 IEEE Standard Criteria for Accident Monitoring Instrumentation for Nuclear Power Generating Stations.

3.3 Sensor
Smart sensor adalah sensor dan perangkat instrumentasi yang dilengkapi mikroprosesor dan perangkat komunikasi serta memiliki kemampuan diagnostik. Penggunaan smart sensor diijinkan bila dipenuhi semua persyaratan keselamatan. Pada aplikasi safety related, maka smart sensor harus dipergunakan secara hati-hati karena penggunaan perangkat ini memungkinkan dilakukannya pengolahan data secara in-situ dan hasilnya dikirimkan oleh transmitter ke receiver menggunakan media kabel dan juga nirkabel. Untuk menjamin keandalan data, maka dalam komunikasi diprioritaskan media kabel.

Semua sensor / transducer harus memiliki fasilitas untuk melakukan pengujian dan kalibrasi, sehingga pengujian/kalibrasi dapat dilakukan tanpa harus mengganggu pengukuran oleh sensor pada saat operasi. Untuk kemudahan perawatan, maka modul logika pada sensor harus dapat diganti tanpa memindahkan sensor secara utuh, dan untuk pemilihan komponen harus berdasarkan pada katalog standar. Sensor harus mampu untuk mendeteksi mode-mode kegagalan parameter untuk memastikan keandalan sensor terutama pada komponen dalam kategori safety-related.

3.4. Antar Muka Proses
Signal conditioning diaplikasikan dengan tujuan untuk menghilangkan problem interfacing dengan amplifier, controller dan display unit. Untuk input analog perlu didefinisikan secara jelas beberapa parameter antara lain jangkau pengukuran, lokasi pengukuran, akurasi pengukuran, dinamika terkait waktu, laju pencuplikan, dan laju tanggap sesuai tugas I&K terkait untuk setiap sinyal yang diukur. Sistem pengumpulan data digital memudahkan perancang untuk melakukan perbaikan data misalnya linierisasi.

Sistem digital juga memudahkan penyimpanan data serta memberikan sinyal peringatan tertentu jika ada parameter masukan yang melebihi batas yang ditentukan. Untuk memperhalus tampilan digital, maka sistem pengambilan data harus dilengkapi dengan windowing dan filtering digital untuk mengurangi derau sampai pada tingkat yang dapat diterima.

Karena urgensi sistem pengukuran analog, maka spesifikasi parameter harus dengan tepat juga mengakomodasi masalah keselamatan. Untuk menghindari kesalahan interpretasi akibat derau terhadap sistem pengukuran diskrit, maka dalam pengambilan data harus memenuhi laju pencuplikan sesuai persyaratan Nyquist yang merepresentasikan filter anti aliasing.

Sinyal hasil pengukuran harus sesuai dengan tugas yang diberikan kepada instrumen proses tersebut dan memungkinkan untuk menguji validitas data untuk memastikan bahwa data sesuai dengan keandalan yang dipersyaratkan untuk instrumen terkait. Keandalan instrumen sangat tergantung pada tingkat kepentingannya terutama instrumen dalam kategori safety related.

Untuk meningkatkan keandalan sistem, maka dilakukan redundansi dan voting. Tingkat redundansi disesuaikan dengan tingkat kepentingan sistem. Sistem pengkondisi sinyal pengukuran sedapat mungkin harus dijamin memenuhi akurasi tertentu walau ada dalam kondisi operasi dan lingkungan tertentu (misalnya suhu, kelembaban, paparan radiasi) untuk mencegah terjadinya kegagalan fungsi sistem.

3.5. Komunikasi Data
Komunikasi data melalui LAN (local area network) menggunakan lebih banyak antarmuka yang menyebabkan berkurangnya tingkat keandalan sistem. Untuk sistem keselamatan, komunikasi data dari sensor hingga aktuator menggunakan rangkaian logika khusus. Prosesor digital digunakan sebagai pemroses data logic, bukan sebagai server. Penggunaan komunikasi serat optik memungkinkan komunikasi data lebih cepat dan tidak terpengaruh oleh interferensi elektromagnetik.

3.6. Pencatu Daya
Persyaratan Umum untuk sistem pencatu daya ditampilkan pada Bab 2.8 dimana sistem daya untuk mencatu sistem I&K harus dirancang dan dipilih sesuai dengan persyaratan keselamatan dan ketersediaan sistem yang didukung. Kualifikasi dan kategori keselamatan sistem pencatu daya yang sesuai dengan sistem I & K untuk memenuhi fungsi keselamatan dapat dilakukan dengan pendekatan defence in depth.

Kualifikasi dan kategori keselamatan sistem I & K yang dicatu untuk memenuhi fungsi ketersediaan yang direpresentasikan dengan tingkat redundansi. Tingkat redundansi disesuaikan dengan tingkat keselamatan yang direncanakan untuk sistem terkait. Tingkat kualitas pencatu daya terkait dengan prioritas sesuai redundansi.

Pada sistem pencatu daya dan tubuh peralatan harus dipasang pembumian. Sistem pembumian tidak hanya dipergunakan untuk mencapai konsistensi, tapi juga untuk menjamin tercapainya tingkat keselamatan perlindungan personil, peralatan dan fasilitas. Pembumian dapat mengurangi resiko bahaya akibat kecelakaan short circuit atau overcurrent circuit.

4. Man-Machine Interaction
4.1. Prinsip Perancangan
Proses perancangan MMI merupakan translasi dari persyaratan fungsi dan tugas manusia. Perancangan komponen MMI dan faktor pembentuk kinerja operator diharapkan memenuhi kriteria dan standar yang ditetapkan (persyaratan global maupun lokal), dan secara keseluruhan desain akhir yang dihasilkan harus mampu mendukung kinerja operator terutama dalam aspek keselamatan serta meningkatkan unjuk kerja sistem. Keterlibatan user pada proses desain dapat membantu diperolehnya desain MMI yang tepat dan sesuai, karena kemampuan, keterbatasan, kebiasaan dan karakteristik perilaku user yang sebenarnya dapat diketahui dan dipertimbangkan dalam desain. Pertimbangan terhadap faktor manusia termasuk diantaranya faktor antropometri, fisiologi, dan aspek kognitif perlu dilakukan dari awal ketika proses desain dimulai, sehingga proses desain MMI yang dilakukan akan lebih efektif dan efisien.

Kecenderungan untuk mengaplikasikan teknologi dan metoda baru pada suatu rancangan MMI seperti teknologi digital dan teknik penyajian informasi dan dialog berbasis komputer harus disertai dengan pertimbangan bahwa tujuan akhir adalah untuk menciptakan desain MMI yang andal. Untuk itu keandalan dari software yang digunakan dan dikembangkan dalam proses desain MMI, kemudahan user mengetahui dan menggunakan fungsi dan fitur yang disediakan, dll harus di uji dan dievaluasi.

Garis besar kondisi dan status instalasi harus diinformasikan dan dimengerti oleh operatordan bisa ditampilkan sebagai window utama dalam bentuk Piping and Instrumentation Diagram yang dilengkapi dengan status komponen/parameter utama. Sedangan informasi yang lebih rinci dari parameter instalasi dapat ditampilkan pada window dibawahnya (konsep hirarki window informasi).

Tuesday, March 15, 2011

Evaluation Of The First Indonesian Nuclear Power Plant Core Of PWR Type

EVALUATION OF THE FIRST INDONESIAN NUCLEAR POWER PLANT CORE OF PWR TYPE

Endiah Puji Hastuti
PTRKN - BATAN

ABSTRACT
EVALUATION OF THE FIRST INDONESIAN NUCLEAR POWER PLANT CORE OF PWR TYPE.
Development planning for the first Nuclear Power Plant in Indonesia has been appeared on National Energy System (NES=National Energy System) and also on NPP roadmap. One of this step is arranging of user requirement document (URD). Regarding to those document the reactor will be selected for the first NPP should be has the proven technology or has been operated. Concerning to the variatif design of Nuclear power plant by difference vendor, it is necessary to study about basic design of NPP, especially for reactor core design. Purpose of this assessment are to explain the technical aspect of core design for PWR 1000MWe class. Methodology used in this evaluation base on IAEA safety standard, BAPETEN regulation and BATAN cooperation. The selection of reactor core design should be base on design philosophy that refer to simplicity, the high safety margin and also proven technology. The advantage of safety design from conventional reactor to passive system reactor will increase the safety design. The evaluation results show there is variations reactor power for 1000MWe class from 900MWe till 1100MWe was design by many reactor vendors. Regarding to the proven definition by BAPETEN, there is possibility to select the advanced PWR in the future.

Key words: NPP reactor core design, PWR 1000MWe class, first Indonesia NPP
Prosiding Seminar Nasional ke-15 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir ISSN : 0854 � 2910 Surakarta, 17 Oktober 2009

EVALUASI DESAIN TERAS REAKTOR DAYA TIPE PWR PERTAMA INDONESIA

ABSTRAK
EVALUASI DESAIN TERAS REAKTOR DAYA TIPE PWR PERTAMA INDONESIA.
Rencana pembangunan reaktor PLTN pertama di Indonesia telah dituangkan dalam Sistem Energi Nasional (SEN) dan direncanakan dalam roadmap PLTN. Salah satu langkah yang telah dilakukan adalah penyusunan dokumen pengguna (URD=user requirement document). Reaktor yang akan dipilih adalah reaktor yang telah proven atau telah dioperasikan. Mengingat bahwa desain reaktor bervariatif, maka perlu dikaji dasar pemilihan desain, dalam kajian ini dibatasi pada desain teras reaktor saja. Kajian ini bertujuan untuk menjelaskan aspek teknis desain teras PWR kelas 1000MWe. Metodologi yang digunakan adalah kajian melalui penelusuran persyaratan desain teras reaktor daya dari Badan tenaga atom internasional (IAEA=International Atomic Energy Agency), dan badan regulasi dalam hal ini adalah BAPETEN serta dari berbagai sumber hasil kerjasama BATAN. Pemilihan desain teras reaktor harus berdasarkan pada filosofi desain yang mengacu pada desain yang sederhana, marjin keselamatan yang tinggi dan bukan merupakan reaktor yang sedang diuji. Peningkatan desain keselamatan reaktor dari konsep sistem keselamatan yang sederhana dengan konsep sistem aktif yang dikembangkan pada PWR yang telah proven menjadi sistem keselamatan pasif, mempunyai nilai tambah pada desain keselamatan. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa rentang daya reaktor kelas 1000MWe yang didesain oleh berbagai vendor, sangat bervariasi antara 900 MWe hingga 1100MWe. Mengacu pada definisi proven yang terdapat pada peraturan BAPETEN, tidak tertutup kemungkinan pemilihan reaktor daya maju di masa depan.

Kata kunci: desain teras reaktor daya, PWR kelas 1000MWe, PLTN I Indonesia

PENDAHULUAN

Rencana pembangunan reaktor PLTN pertama di Indonesia telah dituangkan dalam Sistem Energi Nasional (SEN) [1] dan direncanakan dalam roadmap PLTN. Salah satu langkah yang telah dilakukan adalah penyusunan dokumen pengguna (UCD = User Common Document) dan dokumen persyaratan pengguna (URD=user requirement document [2]. Dokumen persyaratan pengguna berisi kebijakan yang diambil dalam memilih tipe reaktor daya yang akan dibangun sebagai PLTN pertama di Indonesia. Reaktor pembangkit daya pertama yang akan dipilih adalah reaktor yang telah proven atau telah mempunyai pengalaman operasi. Mengingat bahwa setiap vendor memiliki desain reaktor yang berbeda, maka perlu dikaji dasar pemilihan desain, dalam kajian ini dibatasi pada desain teras reaktor saja. Reaktor merupakan tempat berlangsungnya reaksi fisi yang merupakan sumber penghasil panas yang sangat besar pada reaktor pembangkit energi. Berbeda dengan pembangkit daya yang berbahan bakar fosil, reaktor PLTN selain membangkitkan panas juga menyebabkan paparan radiasi yang sekecil mungkin boleh diterima oleh pekerja radiasi maupun masyarakat sekitar, oleh karena itu persyaratan yang diterapkan pada desain reaktor sangat ketat. Selain itu terdapat berbagai jenis reaktor PLTN dengan berbagai tingkat daya dan fitur keselamatan yang selalu dikembangkan oleh berbagai vendor, untuk memilih jenis reaktor pertama di Indonesia tentu harus dilakukan dengan hati hati berdasarkan berbagai kriteria yang telah ditetapkan.

Kajian ini bertujuan untuk menjelaskan aspek teknis desain teras PWR kelas 1000MWe. Diharapkan kajian desain teras reaktor daya dan perkembangannya memberikan pemahaman yang komprehensip bagi pengambil keputusan, sebagai pertimbangan pemilihan desain teras reaktor daya. Metodologi yang digunakan adalah kajian melalui penelusuran persyaratan desain teras reaktor daya dari Badan tenaga atom internasional (IAEA=International Atomic Energy Agency), dan badan regulasi dalam hal ini adalah BAPETEN serta dari EPRI (Electrical power research Institute).

Perkembangan desain teras reaktor daya dari berbagai vendor dengan berbagai variasi daya, juga merupakan aspek yang perlu dikaji. Pemilihan desain teras reaktor harus berdasarkan pada filosofi desain yang mengacu pada desain yang sederhana, marjin keselamatan yang tinggi dan bukan merupakan reaktor yang sedang diuji. Peningkatan desain keselamatan reaktor dari konsep sistem keselamatan yang sederhana dengan konsep sistem aktif yang dikembangkan pada PWR yang telah beroperasi menjadi sistem keselamatan pasif, mempunyai nilai tambah pada desain keselamatan.

DESKRIPSI PERSYARATAN DESAIN TERAS REAKTOR

Kriteria Desain
Sebelum menentukan desain teras reaktor daya pertama, terdapat beberapa pertanyaan terkait desain, lisensi serta pendanaan dan kontrak di bawah ini[3]. Parameter terkait desain PLTN dan kinerja teknis.
1. Berapa standard daya yang direncanakan?
2. Fitur keselamatan yang dipilih, dari aspek keselamatan, ekonomi, lingkungan, limbah, infrastruktur dan ketersediaan di Indonesia?
3. Bagaimana keterkaitan desain dengan dokumen pembanding seperti URD atau EUR?
4. Apakah tujuan utama desain yang diharapkan?
5. Bagaimana dengan pengalaman desain dan validasi yang dimiliki terkait desain yang diusulkan dan desain yang serupa?

Pertanyaan terkait keselamatan dan lisensi PLTN
1. Apakah desain telah memenuhi persyaratan badan pengawas?
2. Apakah desain yang diajukan telah memenuhi standard keselamatan IAEA?
3. Apakah desain telah mendapatkan lisensi?
4. Apakah kejadian eksternal telah diperhitungkan dalam desain?
5. Apakah desain fitur keselamatan telah meminimalkan kecelakaan hipotetis terparah?
6. Bagaimana pengaturan pasokan bahan bakar?
7. Apakah ada rencana pengambilan kembali uranium dari bahan bakar bekas?

Pertanyaan terkait dengan pendanaan dan kontrak
1. Bagimana tipe pendanaan yang akan dipilih?
2. Bagaimana kontrak pengiriman yang akan dipilih?
3. Apakah ada kebijakan kerjasama dengan partisipasi nasional atau transfer teknologi dan transfer pengalaman.

Jawaban atas pertanyaan di atas akan menentukan kebijakan awal ke arah jenis dan ukuran reaktor yang akan dipilih. Selanjutnya terdapat persyaratan standard keselamatan yang harus dipenuhi sesuai dengan peraturan badan tenaga atom internasional dan badan pengawas di Indonesia.

Badan Tenaga Atom Internasional telah menetapkan persyaratan standard keselamatan untuk desain teras reaktor yaitu Safety standard NS-R-1: Safety of Nuclear Power Plant [4]. Untuk memenuhi ketentuan persyaratan tersebut maka standar tersebut diuraikan lebih rinci dalam Safety Guide IAEA No: NS-G-1.12 tentang Design of the reactor for Nuclear Power Plant [5,6], yang dibuat dengan tujuan untuk memberikan rekomendasi terkait fitur keselamatan di dalam desain reaktor daya. Di bawah ini diuraikan tujuan dan konsep desain yang perlu diperhatikan.

- Tujuan dan konsep keselamatan
Ada tiga tujuan keselamatan pokok yang menjadi dasar untuk memperoleh persyaratan guna meminimalkan risiko terkait dengan desain reaktor daya, yaitu
1. Tujuan Umum Keselamatan Nuklir yang didesain untuk melindungi perorangan, masyarakat dan lingkungan dari kerusakan dengan membentuk dan menjaga pertahanan yang efektif terhadap bahaya radiologis di dalam instalasi nuklir.
2. Tujuan Proteksi Radiasi, yang dimaksudkan untuk menjamin agar dalam semua keadaan operasi paparan di dalam instalasi atau paparan akibat pelepasan zat radioaktif yang direncanakan dari instalasi dijaga agar berada di bawah batas yang ditetapkan dan sesuai dengan prinsip ALARA (as low as reasonably achievable), serta untuk memastikan mitigasi konsekuensi radioaktif dari setiap kecelakaan.
3. Tujuan Keselamatan Teknis adalah untuk melakukan semua tindakan yang mungkin dalam rangka mencegah kecelakaan di dalam instalasi nuklir dan memitigasi konsekuensinya seandainya terjadi kecelakaan, dan untuk menjamin dengan tingkat keyakinan yang tinggi bahwa, untuk semua kecelakaan yang mungkin yang diperhitungkan dalam desain instalasi, termasuk kecelakaan-kecelakaan yang memiliki kebolehjadian yang kecil, konsekuensi radiologisnya akan kecil dan di bawah batas yang ditetapkan; serta menjamin agar kemungkinan terjadinya kecelakaan yang memiliki konsekuensi radiologis serius sangat kecil.

- Persyaratan manajemen keselamatan
Di dalam persyaratan ini dijelaskan bahwa organisasi pengoperasi memiliki tanggung jawab menyeluruh terhadap keselamatan. Meskipun demikian, semua organisasi yang terlibat dalam kegiatan yang penting terhadap keselamatan memiliki tanggung jawab untuk menjamin agar hal-hal mengenai keselamatan diberikan prioritas tertinggi.

Dalam persyaratan ini diatur beberapa hal yaitu:
- organisasi desain harus menjamin agar instalasi didesain dengan memenuhi persyaratan dari organisasi pengoperasi, termasuk segala persyaratan standar utilitas;
- desain menyertakan perkembangan mutakhir dalam teknologi keselamatan;
- desain telah sesuai dengan spesifikasidesain dan analisis keselamatan;
- agar desain memenuhi persyaratan pengawasan nasional;
- agar desain memenuhi persyaratan mengenai program jaminan mutu yang efektif;
- dan agar keselamatan dalam setiap perubahan dalam desain dipertimbangkan dengan saksama.

Persyaratan teknis utama
Persyaratan utama yang menjadi dasar desain adalah konsep pertahanan berlapis. Konsep pertahanan berlapis diterapkan pada semua aktivitas keselamatan, baik yang terkait dengan organisasi, perilaku ataupun desain, persyaratan ini bertujuan untuk menjamin agar seluruh aktivitas keselamatan terkena ketentuan yang berlapis, agar apabila terjadi kegagalan, akan dapat dideteksi dan dikompensasi atau dikoreksi dengan tindakantindakan yang tepat. Konsep ini telah dikembangkan lebih jauh sejak 1988. Penerapan konsep pertahanan berlapis pada seluruh desain dan operasi memberikan proteksi bertingkat terhadap berbagai macam transien, kejadian operasional terantisipasi dan kecelakaan, termasuk yang disebabkan oleh kegagalan peralatan atau tindakan manusia di dalam instalasi, dan kejadiankejadian yang berasal dari luar instalasi.

Persyaratan desain instalasi
Desain instalasi mensyaratkan terpenuhinya klasifikasi keselamatan Struktur, sistem dan komponen (SSK), termasuk perangkat lunak untuk instrumentasi dan kendali (I&K) yang penting bagi keselamatan harus diidentifikasi dan diklasifikasi berdasarkan fungsi dan bobot kepentingannya terhadap keselamatan. Struktur, sistem dan komponen tersebut harus didesain, dikonstruksi dan dirawat sedemikian sehingga mutu dan keandalannya sepadan dengan klasifikasi ini.

Persyaratan untuk desain sistem instalasi
Perlu dicatat bahwa keselamatan nuklir diperoleh melalui kombinasi berbagai desain manufaktur, konstruksi dan operasi. Aspek penting ditinjau dari neutronik, thermohidrolika, mekanikal, kimia dan iradiasi untuk desain teras reaktor daya yang aman.

KESELAMATAN DALAM DESAIN REAKTOR
Desain teras reaktor mencakup bagian internal bejana reaktor dan peralatan yang terpasang di dalam bejana reaktor untuk keperluan kendali reaktivitas dan system shutdown reactor. Interaksi dari internal dan desain teras reaktor mencakup bagian internal bejana reaktor dan peralatan yang terpasang, peralatan dengan pendingin reaktor dan komponen sistem pendingin reaktor termasuk batas tekanan.

Desain teras reaktor harus mencakup struktur, sistem dan komponen:
- Perangkat bahan bakar (fuel assembly) dan penopang bahan bakar dan komponen lainnya di dalam konfigurasi geometris yang telah ditentukan, moderator dan pendingin di dalam teras reaktor.
- Komponen dan struktur yang digunakan untuk kendali reaktivitas dan shutdown, penyerap neutron (padat atau cair), struktur terkait dan mekanisme penggerak batang kendali, dan komponen terkait di dalam sistem fluida. Struktur penopang (support structures) yang melengkapi fondasi teras di dalam bejana reaktor, struktur pengarah aliran pendingin, seperti core barrel atau tabung tekanan, dan tabung pengarah (guide tube) untuk kendali reaktivitas.
- Internal bejana reactor lainnya, seperti tabung instrumentasi, instrumentasi di dalam teras untuk monitoring teras, pemisah uap dan sumber neutron Teras reaktor adalah tempat terjadinya reaksi fisi, persyaratan desain keselamatan yang harus diperhatikan pada desain teras reaktor dan fitur keselamatan terkait tidak berbeda dengan desain reaktor secara keseluruhan yaitu:
- Tujuan keselamatan nuklir secara umum (General Nuclear safety objective): yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dan lingkungan dari bahaya dengan cara menjaga dan mempertahankan (establishing and maintaining) instalasi nuklir secara efektif terhadap ancaman bahaya radiologi.
- Tujuan proteksi radiasi (radiation protection objektif): untuk menjamin agar pada setiap kondisi operasi paparan iradiasi di dalam instalasi nuklir atau paparan yang direncanakan/disebabkan oleh lepasnya material radioaktif dari instalasi yang dipertahankan berada di bawah limit dan as low as reasonably achievable, dan untuk menjamin mitigasi dari konsekuensi radiologis dari berbagai kecelakaan.

Desain Umum teras reaktor dan fitur keselamatan terkait
- Teras reaktor dan sistem pendingin, kendali dan proteksi terkait harus didesain dengan margin yang tepat untuk menjamin agar batasan desain yang ditetapkan tidak dilampaui dan agar standar keselamatan radiasi berlaku pada semua status operasi dan kecelakaan dasar desain, dengan memperhitungkan nilai ketidaktpastian yang ada.
- Teras reaktor dan komponen internalnya yang berada di dalam bejana reaktor harus didesain dan dipasang sedemikian rupa sehingga dapat bertahan terhadap beban statis dan dinamis yang diperkirakan pada semua status operasi, kecelakaan dasar desain dan kejadian luar sampai ke tingkat yang diperlukan untuk menjamin pemadaman reaktor yang aman, dalam rangka menjaga reaktor agar tetap subkritis dan menjamin reaktor tetap dingin.
- Derajat maksimum reaktivitas positif dan laju maksimum peningkatan reaktivitas positif akibat penyisipan pada status operasi dan kecelakaan dasar desain harus dibatasi sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kegagalan pada bagian dari sistem pendingin reaktor bertekanan, kemampuan pendinginan akan tetap terjaga, dan tidak ada kerusakan yang berarti pada teras reaktor.
- Harus dijamin bahwa kebolehjadian terjadinya kekritisan-ulang (recriticallity) atau ekskursi reaktivitas yang mengikuti kejadian pemicu terpostulasi dapat diminimalkan di dalam desain.
- Teras reaktor dan sistem pendingin, kendali dan proteksi yang terkait harus didesain untuk dapat dengan mudah diinspeksi dan diuji sepanjang umur instalasi.
- Tujuan keselamatan teknis (technical safety objective). Untuk mengambil seluruh pengukuran yang dapat dilakukan guna mengantisipasi kecelakaan di instalasi nuklir dan memitigasi konsekuensi yang dapat terjadi, untuk menjamin dengan kepercayaan tinggi, bahwa seluruh kecelakaan yang mungkin terjadi telah diperhitungkan dalam desain instalasi, termasuk yang memiliki probabilitas rendah.

Monday, March 14, 2011

Techno-Economic Aspect Of TVC Utilizing In MED Desalination For Fresh Water Supply At NPP

TECHNO-ECONOMIC ASPECT OF TVC UTILIZING IN MED DESALINATION FOR FRESH WATER SUPPLY AT NPP

Siti Alimah, Nafi Feridian
PPEN - BATAN

ABSTRACT
TECHNO-ECONOMIC ASPECT OF TVC UTILIZING IN MED DESALINATION FOR FRESH WATER SUPPLY AT NPP.
Study on techno-economic aspect of TVC utilizing in MED desalination for fresh water supply at NPP has been carried out. This study compare as MED with MED-TVC type of desalination technology, also its economic analysis. TVC is a kind of steam ejector to increase pressure and low pressure suction steam with supersonic flow. TVC utilizing of MED desalination plant will increase GOR (Gain Output Ratio). It means that performance of desalination plant will increase. Economic analysis of water cost are performed using the DEEP-3.1. The result of desalination case study for fresh water supply at Ujung Lemahabang NPP showed that water production cost of MED-TVC (1,040 $/m3) is lower than MED (1,162 $/m3). Hence, water production cost reduce about 11,7%. The specific thermal consumption for MED-TVC and MED are 40,41(kWh/m3) and 80,83 (kWh/m3, whereas MED-TVC GOR is 16 (kg distilat/kg motive steam) and MED is 8 (kg distilat/kg motive steam). Increasing of feed water temperature will increase water production cost and will reduce GOR. Increasing of temperature about 2oC cause fluctuation at water production cost increasing, but derivation of GOR is fix, MED reduce about 0,8 and MED-TVC reduce about 1,6.

Key Words: Desalination, MED, TVC, Nuclear Power Plant, Techno-Economic.
Prosiding Seminar Nasional ke-15 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir, Surakarta, 17 Oktober 2009, ISSN : 0854 - 2910

ASPEK TEKNO-EKONOMI PENGGUNAAN TVC PADA DESALINASI MED UNTUK PASOKAN AIR BERSIH DI PLTN

ABSTRAK
ASPEK TEKNO-EKONOMI PENGGUNAAN TVC PADA DESALINASI MED UNTUK PASOKAN AIR BERSIH DI PLTN.
Kajian aspek tekno-ekonomi penggunaan TVC pada desalinasi MED telah dilakukan. Studi ini membandingkan teknologi desalinasi MED dan MED-TVC, serta analisis ekonominya. TVC adalah suatu jenis ejector uap untuk menaikkan tekanan, dan menghisap uap tekanan rendah dengan kecepatan alir supersonik. Penggunaan TVC pada instalasi desalinasi MED akan meningkatkan GOR (Gain Output Ratio) yang berarti akan meningkatkan kinerja instalasi desalinasi. Analisis ekonomi biaya produksi air dilakukan dengan menggunakan DEEP-3.1. Hasil studi kasus desalinasi untuk pasokan air bersih PLTN di Ujung Lemah Abang memperlihatkan bahwa biaya produksi air MED-TVC (1,040 $/m3) adalah lebih rendah dibanding MED (1,162 $/m3). Jadi terdapat penurunan biaya produksi air sebesar 11,7%. Konsumsi panas spesifik MED-TVC 40,41 (kWh/m3) dan MED 80,83 (kWh/m3), sedangkan GOR MED-TVC 16 (kg distilat/kg uap umpan) dan MED 8 (kg distilat/kg uap umpan). Peningkatan suhu umpan (air laut) akan meningkatkan biaya produksi air dan menurunkan GOR. Dengan peningkatan suhu sebesar 2oC, peningkatan biaya produksi air berfluktuasi, namun penurunan GOR adalah tetap, pada MED terjadi penurunan sebesar 0, 8 dan pada MED-TVC terjadi penurunan sebesar 1,6.

Kata Kunci : Desalinasi, MED, TVC, PLTN, Tekno-Ekonomi.

1. PENDAHULUAN
Berdasarkan Perpres No 5 tahun 2006 tentang kebijakan Energi Nasional, Energi Mix yang optimal di tahun 2025, memiliki komposisi batubara sekitar 33%, gas 30%, minyak bumi 20%, energi baru terbarukan 17%. Energi nuklir termasuk jenis energi baru terbarukan, beserta biomassa, air, surya dan angin yang jumlahnya sekitar 5%. Dalam rangka mendukung kebijakan energi nasional tersebut, telah dilakukan serangkaian studi di antaranya studi yang berkaitan dengan rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di Indonesia. Perencanaan pembangunan PLTN didasarkan pada teknologi yang telah teruji. Dari kajian-kajian yang telah dilakukan sampai saat ini menunjukkan bahwa salah satu teknologi PLTN yang telah teruji dan paling banyak digunakan di dunia adalah type PWR (Pressurized Water Reactor/ reaktor air tekan). Salah satu calon lokasi tapak PLTN terpilih adalah Ujung Lemah Abang (ULA), Jepara.

Salah satu sistem di dalam PLTN adalah sistem pasokan air bersih. Sistem pasokan air bersih tersebut dapat diperoleh dari instalasi desalinasi. Instalasi desalinasi sangat diperlukan PLTN dikarenakan air tanah disekitar lokasi mempunyai debit sekitar 140,8 m3/hari[1]. Padahal, untuk pengoperasian 1 unit PLTN dengan daya 1000 MWe dibutuhkan air bersih sekitar 2750 m3/hari. Balong yang merupakan sungai paling besar, mengalir dibagian barat lokasi calon PLTN, mempunyai kecepatan aliran tiap bulan bervariasi 0,003 - 1,604 m3/detik (259,2-138.585,6 m3/hari), sehingga ada beberapa waktu (saat kemarau), air dari sungai tersebut tidak mencukupi jika digunakan untuk pasokan air PLTN. Sementara itu, air laut di ULA mempunyai TDS (Total Dissolved Solid/ total padatan terlarut) sekitar 28.700 ppm. Karena mempunyai TDS yang tinggi, maka air laut tersebut tidak memenuhi persyaratan air pendingin reaktor jenis PWR yang mempunyai TDS sekitar 1 ppm[2]. Oleh karena itu, instalasi desalinasi sangat diperlukan untuk penyediaan air pendingin reaktor dan untuk kebutuhan air bersih di fasilitas PLTN. Karena untuk memasok air bersih di PLTN, maka instalasi desainasi ini di lokasikan berdekatan dengan PLTN.

Instalasi desalinasi merupakan teknologi yang berfungsi mengubah air laut menjadi air bersih. Salah satu jenis teknologi desalinasi yang telah teruji adalah MED (Multi-Effect Distillation). Teknologi desalinasi MED yang beroperasi pada suhu rendah, merupakan salah satu proses desalinasi termal yang paling efisien saat ini. Teknologi desalinasi MED telah berkembang dengan pesat di antaranya pengembangan desain tube evaporator/kondensor dengan perpindahan panas yang tinggi, peningkatan ketahanan korosi, konstruksi modular dengan peningkatan prosedur fabrikasi dan pengurangan waktu konstruksi, pengembangan sistem kontrol proses yang lebih efisien. Pengembangan lain dari sistem MED adalah sistem MED-TVC (Thermal Vapor Compression). TVC adalah suatu jenis ejector uap untuk menaikkan tekanan, dan menghisap uap tekanan rendah dengan kecepatan alir supersonik.

Pada makalah ini akan dikaji aspek teknoekonomi penggunaan TVC pada instalasi desalinasi MED. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui keuntungan pemakaian komponen TVC pada instalasi desalinasi MED ditinjau dari aspek teknologi dan ekonomi. Hasil studi diharapkan dapat memberi masukan bagi pengambil keputusan, terkait dengan rencana pembangunan PLTN pertama di Indonesia.

Friday, March 11, 2011

Cost Of Heat Exchanger Fouling For Treatment Of Radioactive Liquid Waste

COST OF HEAT EXCHANGER FOULING FOR TREATMENT OF RADIOACTIVE LIQUID WASTE

Zainus Salimin, Endang Nuraeni
PTLR � BATAN

ABSTRACT
COST OF HEAT EXCHANGER FOULING FOR TREATMENT OF RADIOACTIVE LIQUID WASTE.
Heat exchanger are used in many heat sources, heat recovery from hot fluid, and another industrial process application including radioactive liquid waste treatment. Concentrating of solution by evaporation with tubular heating the surface heat exchanger is the effective method for decontamination of radioactive waste. Heat transfer resistance for new equipment comes from fluid thin layers on the inside and outside of tube walls, but after operating of equipment the heat transfer resistance of scale deposit provokes the increasing of heat transfer surface area (A) and pumping energy (-Ws) caused of decreasing of profile area and increasing of friction energy losses. By utilization of overalls heat transfer equation, the differences of A requirement can be calculated, and by utilization of flowing equation of Bernoulli the energy of �Ws can be determined. Than the estimation of increasing of cost can be determined. The evaporation of liquid waste at Serpong nuclear facility having the permanent hardness of CaSO4 and MgSO4 with ratio of 2:1(w/w) generates scales or fouling on the heat exchanger of E 22001 with the value of Rd 0,002. The presence of fouling on the heat exchanger of E 22001 gives the additional cost i.e capital investment of equipment increased 1,67 than the capital without fouling cause its heat transfer surface area of 1,7 than the surface area without fouling, energy cost is 1,69 greater than the cost without fouling, and pumping power increased 1,78 than the power without fouling. The presence of fouling gives also additional cost of 24.000.000,00 rupiah�s per year for descaling operation and lost of operating time of 107 days per year for descaling operation. These working paper describes the calculation of additional cost due to the presence of fouling.

Keywords : Radioactive Liquid Waste
Prosiding Seminar Nasional ke-15 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir ISSN : 0854 - 2910 Surakarta, 17 Oktober 2009

ABSTRAK
ESTIMASI BIAYA FOULING PADA ALAT PENUKAR PANAS UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF CAIR.
Alat penukar panas digunakan untuk pengelolaan sumber panas, pengambilan panas dari fluida, dan aplikasi proses industri seperti pengolahan limbah. Pemekatan larutan melalui penguapan dengan alat tubular heating surface adalah cara efektif untuk dekontaminasi limbah radioaktif cair. Tahanan transfer panas alat yang baru hanya berasal dari lapisan film tipis fluida pada dinding bagian dalam dan luar dari tube, namun setelah alat dioperasikan timbul tahanan transfer panas deposit endapan atau kerak yang disebut fouling factor (Rd). Adanya kerak menyebabkan kebutuhan luas permukaan transfer panas (A) naik, dan kebutuhan tenaga pemompaan (-Ws) meningkat karena luas penampang aliran mengecil dan kehilangan tenaga karena friksi naik. Melalui penggunaan persamaan transfer panas overall selisih kebutuhan A tersebut dapat ditentukan dan melalui penggunaan persamaan aliran selisih kebutuhan tenaga �Ws dapat dihitung, sehingga estimasi kenaikan biayanya dapat dihitung. Limbah fasilitas nuklir Serpong berkesadahan tetap CaSO4 dan MgSO4 pada nisbah 2:1 (w/w), bila dipekatkan menimbulkan kerak pada alat penukar panas E 22001 pada nilai Rd 0,002. Adanya fouling tersebut menimbulkan biaya tambahan yang meliputi biaya kapital alat penukar panas berharga 1,67 kali biaya kapital alat tanpa fouling karena luas permukaan transfer panasnya 1,67 kali luas permukaan tanpa fouling, biaya kebutuhan energi naik 1,69 kali dibanding biayanya tanpa fouling, dan kenaikan tenaga pemompaan 1,78 kali tenaga pemompaannya tanpa fouling. Selain itu adanya fouling memerlukan biaya tambahan 24 juta rupiah per tahun untuk penghilangan kerak, dan kehilangan waktu operasi 107 hari per tahun untuk penghilangan kerak. Dalam makalah ini diuraikan perhitungan biaya tambahan tersebut.

PENDAHULUAN

Alat penukar panas bentuk shell and tube atau tubular heating surface banyak digunakan di industri dalam proses produksi, pengelolaan sumber panas, dan aplikasi proses yang lain seperti pengolahan limbah. Bentuk-bentuk alat penukar panas yang ada meliputi antara lain heater, vaporizer, heat exchanger, evaporator, dan lain-lain. Pada operasional alat penukar panas terdapat dua macam fluida yaitu fluida panas (pemanas) dan fluida dingin (fluida yang dipanaskan dan atau diuapkan) yang masing-masing dialirkan di bagian tube atau shell tergantung pada kepentingan operasionalnya.
Pemanas diprioritaskan dialirkan di bagian tube dan fluida yang dipanaskan dialirkan di bagian shell sehingga panas bisa ditransfer kearah luar (kearah fluida dingin yang ada di bagian shell) sehingga tidak ada urgensi dibutuhkannya isolator pada bagian shell. Namun apabila fluida yang dipanaskan tersebut dalam proses pemanasannya dan atau pengalirannya menimbulkan deposit endapan karena proses fouling, maka fluida yang dipanaskan tersebut dialirkan di bagian tube[1,2].
Akibatnya fluida pemanas harus dialirkan pada bagian shell sehingga dibutuhkan isolator sepanjang shell. Keberadaan deposit endapan di bagian tube mudah dibersihkan dengan sikat kawat dan kombinasi perendaman dengan zat kimia [1].

Fouling adalah pembentukan endapan atau deposit zat anorganik dan atau organik pada permukaan transfer panas. Fouling diklasifikasikan berdasarkan proses terjadinya menjadi 6 macam sebagai berikut [3,4,5]:

1. Fouling karena pengendapan pada suhu tinggi.
Garam-garam yang termasuk kesadahan tetap seperti kalsium sulfat, magnesium sulfat, kalsium karbonat, magnesium karbonat, dan senyawa silikat kelarutannya turun oleh karena suhu. Dalam pemekatan larutan garam yang mengandung kesadahan tetap melalui proses evaporasi pada suhu didihnya, terjadi kenaikan konsentrasi garam dalam larutan sekaligus penurunan kelarutannya karena kenaikan suhu. Saat konsentrasi larutan bergerak dari kondisi jenuh ke superjenuh terjadilah nukleasi dan pertumbuhan kristal. Kristal bertambah besar dan setelah mencapai berat tertentu mengendap secara gravitasi. Pada waktu yang bersamaan karena kelarutannya turun akibat kenaikan suhu maka garam yang saat suhunya rendah dalam larutan akan mengendap.

Fouling yang terjadi karena pengendapan pada suhu tinggi disebut juga scaling, dan deposit endapan yang didapat disebut scale atau kerak.

2. Fouling karena sedimentasi partikel.
Pemekatan larutan yang mengandung partikel padatan terdispersi melalui penguapan pelarutnya menghasilkan peningkatan kadar padatan dalam larutan. Keadaan tersebut menimbulkan resiko sedimentasi partikel padatan pada permukaan transfer panas, deposit padatan tersebut menempel secara adhesi pada dinding transfer panas.

3. Fouling karena reaksi kimia.
Bila larutan mengandung senyawa-senyawa yang dapat saling bereaksi pada suhu tinggi membentuk garam hasil reaksi berupa endapan, maka timbullah deposit endapan garam pada dinding transfer panas. Fouling yang terjadi karena reaksi kimia tersebut disebut salting.

4. Fouling karena korosi.
Korosi logam karena oksidasi terjadi pada permukaan logam yang mengandung besi sehingga terbentuk besi oksida (karat). Pada korosi permukaan dinding bagian dalam pipa, besi oksida yang terbentuk akan mengumpul dan menutupi penampang saluran pipa yang menyebabkan penahanan aliran sehingga terjadi penurunan tekanan.

5. Fouling karena proses biologi.
Deposit endapan dari proses biologi dapat terjadi pada sistem yang menggunakan air tanah atau air perairan yang mengandung mikroorganisme. Kumpulan jamur, ganggang, dan lain-lain yang menempel pada dinding akan membentuk deposit biologi yang disebut biofouling.

6. Fouling karena pemadatan.
Fouling karena pemadatan terjadi karena jenis kandungan tertentu dalam umpan larutan.

Deposit endapan tersebut dapat menyebabkan [6]:
a. Isolator panas pada permukaan sehingga menyebabkan penurunan transfer panas melewati dinding pipa. Deposit endapan pada dinding menimbulkan tahanan transfer panas yang menyebabkan penurunan nilai luas permukaan transfer panas sehingga panas yang diterima fluida dari sumber panas melewati dinding pipa menjadi menurun. Guna menghindari penurunan luas permukaan transfer panas tersebut sepanjang periode operasional alat penukar panas, pada tahapan perancangan peralatan telah diperhitungkan adanya deposit kerak melalui penggunaan nilai Fouling Factor (Rd) yang dipersyaratkan sehingga luas permukaan transfer panas yang disediakan menjadi berlebih dari nilai yang dibutuhkan saat awal operasi.

b. Meningkatkan kekasaran permukaan dinding pipa (permukaan transfer panas) yang menaikan friksi aliran. Deposit endapan pada permukaan dinding pipa akan meningkatkan nilai e (kekasaran permukaan dinding) yang menyebabkan faktor friksi f meningkat, sehingga tenaga yang hilang karena friksi meningkat pula. Akibatnya kebutuhan tenaga pemompaan fluida menjadi naik.

c. Menciptakan lingkungan penampang saluran terlokalisir bila korosi yang terjadi. Deposit besi oksida dari korosi yang terakumulasi pada dinding bagian dalam pipa akan menggunung pada penampang dan memperkecil luas penampang pipa sehingga menghambat aliran yang berakibat tenaga pemompaan meningkat untuk pengaliran dengan laju alir yang sama.

Tuesday, March 8, 2011

Analysis Of Advanced Fuel Assembly Characteristic Of The PWR Core

ANALYSIS OF ADVANCED FUEL ASSEMBLY CHARACTERISTIC OF THE PWR CORE

Tukiran S, Iman Kuntoro
BATAN

ABSTRACT
ANALYSIS OF ADVANCED FUEL ASSEMBLY CHARACTERISTIC OF THE PWR CORE.
Study on reactor physics characteristic of the PWR core using UO2 fuel it is necessary to be done to minimize plutonium proliferation and also to expand the long life fuel in the core. The aim of characteristic study of the advanced fuel assembly is to know the characteristic of geometry, condition and configuration of pin cell in the fuel assembly. The geometry, configuration and condition of the pin cell in fuel core determine the loading strategy of in-core fuel management. Calculation of k-eff is a part of the neutronic core parameter calculation to know the reactor physics characteristic. Generally, The calculation is done using computer code starts from modeling one unit fuel lattice cell, fuel assembly, burnable poison and until core reactor. In this research, the modeling of pin cell and advanced fuel assembly that UO2 fuel material and 6.5 % enrichment is 17 �17 fuel rod of the PWR core type. Calculation of the k-eff is done with variation of the fuel volume fraction, fuel pin diameter, fuel enrichment. The calculation is using KENOVI code. The result showed that the value of k-eff for pin cell and fuel assembly PWR 17 �17 is not different significantly with homogenous and heterogeneous models. The results for fuel volume fraction of 0.5; rod pitch 1.32 cm; fuel enrichment of 6.5 % and fuel pin diameter of 9.6 mm is critical with burn up of 50.0 GWd/t and plutonium proliferation is lower then safety margin. The advanced fuel assembly can be used in the PWR core to higher the utilization of the core as long as operation.

Keywords : PWR, multiplication factor, fuel assembly, KENOVI
Prosiding Seminar Nasional ke-15 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir ISSN : 0854 - 2910 Surakarta, 17 Oktober 2009

ABSTRAK
ANALISIS KARAKTERISTIK PERANGKAT BAHAN BAKAR MAJU TERAS PWR
. Saat ini dibutuhkan perangkat bahan bakar maju teras PWR untuk meminimalkan peningkatan plutonium dalam bahan bakar dan meningkatkan derajat bakar atau masa hidup bahan bakar didalam teras. Studi karakteristik perangkat bahan bakar maju teras PWR sangat penting dilakukan untuk mengetahui kemampuan bahan bakar selama operasi. Geometri, kondisi dan konfigurasi pin bahan bakar pada teras sangat menentukan strategi pemuatan bahan bakar pada teras (In-core fuel management). Perhitungan k-eff merupakan salah satu tahapan dalam perhitungan karakteristik perangkat bakar maju teras PWR. Perhitungan dilakukan dengan paket program komputer dimulai dari pemodelan satu unit kisi sel bahan bakar, tabung pengarah, racun dapat bakar, hingga satu perangkat bahan bakar reaktor. Dalam penelitian ini, dilakukan berbagai pemodelan perangkat bahan bakar maju UO2 pengkayaan 6,5 % yang merupakan perangkat bahan bakar maju tipe PWR 17�17. Perhitungan k-eff pin dan perangkat bahan bakar dilakukan dengan fraksi volum, diameter pin, pengayaan bahan bakar divariasi. Perhitungan dilakukan dengan paket program KENOVI. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa harga k-eff untuk pemodelan secara homogen dan heterogen tidak memberikan perbedaan yang signifikan pada perhitungan pin sel dan perangkat bahan bakar 17x17. Untuk fraksi volum bahan bakar 0,5; rod pitch 1,32 cm, pengkayaan 6,5 % dan diameter pin bahan bakar 9,6 mm mempunyai karaktetistik fisika teras yang stabil dengan fraksi bakar 50 GWd/t dan jumlah plutonium dalam perangkat bahan bakar masih dibawah batasan yang ditetapkan. Perangkat bahan bakar maju dapat digunakan sebagai bahan bakar pada teras PWR dan dapat meningkatkan keandalan teras PWR selama operasi.

Kata kunci : PWR, faktor multiplikasi, perangkat bahan bakar, KENOVI

1. PENDAHULUAN

Permasalahan reaktor pembangkit listrik tenaga nuklir tipe PWR adalah bagaimana caranya untuk meningkatkan nilai fraksi bakar bahan bakar namun tidak menambah jumlah plutonium di dalam bahan bakar hasil iradiasi. Sehingga jumlah plutonium tidak meningkat dengan lamanya bahan bakar di dalam teras reaktor. Untuk meningkatkan utilisasi bahan bakar tetapi dengan mempertimbangkan faktor keamanan dan keselamatan yang paling utama.

Untuk menjawab tantangan di atas maka di desain suatu perangkat bahan bakar maju (advanced fuel assembly) yaitu perangkat bahan bakat tipe PRW dengan geometri 17 x17. Perangkat bahan bakar mempunyai pengkayaan 6,5 %. Namun untuk menurunkan rekativitas lebih teras digunakan racun dapat bakar erbinium (Er-167). Pengkayaan bahan bakar divariasi dan jumlah racun dapat bakar juga divariasi di dalam perangkat bahan bakar. Kemudian dianalisi fator keselamatan dari perangkat bahan bakar tersebut dengan menggunakan perhitungan komputer

Dalam penelitian ini dilakukan pemodelan pin sel dan perangkat bahan bakar PLTN jenis PWR untuk menghitung harga faktor multiplikasi. Dilihat dari cara perhitungan tampang lintang makroskopik kisi sel bahan bakarnya, maka perangkat bahan bakar tersebut dimodelkan menjadi perangkat bahan bakar homogen. Perhitungan kisi sel bahan bakar sebagai persiapan data tampang lintang makroskopik dilakukan dengan paket program NITAWL, CENTRM dan KENOVI. Program ini merupakan beberapa modul yang ada di program besar SCALE5.1 [1]. Ketiga program perhitungan ini menggunakan metode yang berbeda dan model pin sel serta perangkat bahan bakarnya divariasi. Parameter yang dianalisis adalah harga k-eff pada setiap langkah pembakaran baik kisi sel maupun perangkat bahan bakar dan distribusi faktor daya saat awal siklus. Dari analisis hasil perhitungan diharapkan dapat diketahui karakteristik fisika teras yang terjadi akibat perbedaan pengkayaan dan variasi racun dapat bakar.

Tuesday, March 1, 2011

Analisis Tritium Di Udara Lingkungan Sekitar Reaktor Triga 2000 PTNBR Batan Bandung

ANALISIS TRITIUM DI UDARA LINGKUNGAN SEKITAR REAKTOR TRIGA 2000 PTNBR BATAN BANDUNG

Putu Sukmabuana, Poppy Intan Tjahaja, Neneng Nur Aisyah
PTNBR, BATAN

ABSTRACT
ANALYSIS OF ENVIRONMENTAL ATMOSPHERIC TRITIUM IN THE VICINITY OF TRIGA 2000 REACTOR, PTNBR BATAN BANDUNG.
The operation of nuclear reactor, normally, produce several radionuclides probably releases to the environment, the one is tritium. Tritium is released to the environment as water vapor (HTO), and if entering human body it will be distributed and bounded to the body tissues, finally can cause DNA structure damages. For worker and environmental safety in the reactor site, the tritium presence in the reactor as a source point and in the environment should be observed. In this research tritium concentration in reactor tank, bulk shielding, reactor hall, and environment were measured. Water samples of reactor tank and bulk shielding were taken and directly measured using liquid scintillation counter (LSC). The air samples of reactor hall and environment were carried out using active sampler. The air was sucked using air pump and flow to the 2 trapping tubes filled with aquadest. The aquadest on the tubes were measured using LSC. From LSC measurement the tritium concentrations in reactor tank, bulk shielding, and reactor atmosphere, were obtained to be 8.236 � 0.677 kBq/L, 18,612 � 9.590 kBq/L, dan 1.704 � 0.046 Bq/L air, whereas the tritium concentration in the environmental atmosphere were between 0.139 and 2.102 Bq/L air according to sampling locations. Reffering to the SK No. 02/Ka-BAPETEN/V-99 about Environmental Radioactivity Level, the tritium concentration in environmental atmosphere is under the limit of tritium concentration on environmental air, i.e. 7 Bq/L. The existence of tritium in the environment is natural contribution since the tritium concentration in reactor hall is relatively low.

Key words : Tritium, reactor, reactor-tank water, reactor hall air, environmental atmosphere
Prosiding Seminar Nasional ke-15 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir ISSN : 0854 � 2910 Surakarta, 17 Oktober 2009

ABSTRAK
ANALISIS TRITIUM DI UDARA LINGKUNGAN SEKITAR REAKTOR TRIGA 2000 PTNBR BATAN BANDUNG.
Pengoperasian reaktor nuklir pada kondisi normal menghasilkan beberapa radionuklida yang mempunyai potensi lepas ke lingkungan, salah satunya adalah tritium. Tritium dapat terlepas ke lingkungan dalam bentuk uap air (HTO), sehingga bila masuk ke tubuh manusia akan menyebar ke seluruh jaringan dan dapat terikat dalam jaringan tubuh, dan akhirnya dapat menimbulkan kerusakan pada struktur DNA. Untuk tujuan keselamatan pekerja serta lingkungan sekitar instalasi reaktor, maka keberadaan tritium di reaktor sebagai sumber potensi lepasan dan udara lingkungan reaktor perlu dipantau. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran konsentrasi tritium di dalam air tangki reaktor, bulk shielding, udara ruang reaktor dan udara lingkungan sekitar reaktor. Pengambilan sampel udara di ruang reaktor dan lingkungan dilakukan dengan metode pencuplik aktif, yaitu udara dihisap oleh pompa serta dialirkan ke dalam tabung yang berisi akuades. Akuades di tabung diukur aktivitas tritiumnya dengan liquid scintillation counter (LSC). Sampel air tangki reaktor dan air dari bulk shielding diukur kandungan tritiumnya secara langsung menggunakan LSC. Dari hasil pengukuran didapat konsentrasi tritium dalam air tangki reaktor, bulk shielding dan udara ruang reaktor masing-masing sebesar 8,236 � 0,677 kBq/L, 18,612 � 9,590 kBq/L, dan 1,704 � 0,046 Bq/L udara. Konsentrasi tritium dalam udara lingkungan berkisar antara 0,139 sampai 2,102 Bq/L udara, dan masih di bawah nilai baku mutu konsentrasi tritium di udara lingkungan berdasarkan SK No. 02/Ka-BAPETEN/V-99 tentang �Baku Mutu Tingkat Radioaktivitas Lingkungan�, yaitu 7 Bq/L. Keberadaan tritium di lingkungan dapat diindikasikan berasal dari alam bukan berasal dari ruang reaktor karena konsentrasi tritium di ruang reaktor relatif rendah.
Kata kunci : Tritium, reaktor, air tangki reaktor, udara ruang reaktor, udara lingkungan

1. PENDAHULUAN
Secara kimia, tritium adalah atom sederhana yang tersusun dari dua neutron dan satu proton. Dengan struktur inti atom yang demikian itulah, menyebabkan atom itu bersifat radioaktif. Tritium adalah pemancar partikel �, dengan energi maksimum 18 KeV, energi rata-rata 5,7 KeV dan mempunyai waktu paruh 12,3 tahun [1]. Karena energi tritium relatif rendah maka daya tembusnyapun rendah. Walaupun demikian, keberadaannya di lingkungan tidak bisa diabaikan begitu saja. Tritium dapat berada di lingkungan secara alamiah sebagai akibat adanya interaksi antara sinar kosmis dan partikel-partikel yang ada di atmosfir (kosmogenik). Di samping itu, tritium juga dapat berada di lingkungan karena hasil kegiatan manusia, misalnya: percobaan senjata nuklir, operasi reaktor nuklir dalam keadaan normal maupun saat terjadi kecelakaan. Pada kondisi normal operasi reaktor nuklir dapat melepaskan tritium ke lingkungan dalam bentuk uap air (HTO) [1].

Di lingkungan, tritium mengikuti siklus air, yaitu tritium dalam bentuk uap air terdeposisi ke permukaan tanah atau sistem perairan, dan seterusnya masuk ke dalam biota (tanaman, hewan) dan manusia [2]. Karena mempunyai sifat yang sama dengan hidrogen, maka bila masuk ke dalam tubuh manusia akan menyebar ke seluruh jaringan tubuh, dan dapat terikat dengan baik pada jaringan tubuh. Dengan berlalunya waktu, partikel-partikel � yang dipancarkan oleh atom tritium akan berinteraksi dengan sel-sel di dalam tubuh, dan mengakibatkan kerusakan DNA [3, 4].
Karena partikel � adalah sama dengan elektron, maka mempunyai sifat seperti ion negatif dan disebut juga sebagai radiasi pengion. Oleh karena itu, tritium di dalam jaringan tubuh manusia dapat mengubah molekul-molekul yang terkandung di sel-sel tubuh manusia menjadi molekul yang bermuatan atau ion. Bila hal itu terjadi, maka rusaklah jaringan tubuh manusia dan inilah yang dimaksud dengan bahaya radiasi pengion.

Berbeda dengan di luar negeri, di Indonesia terlepasnya tritium dari pengoperasian reaktor nuklir masih kurang mendapat perhatian yang memadai. Hal itu mungkin disebabkan oleh energi yang dipancarkan relatif rendah dan toksisitasnya yang tidak terlihat dalam jangka waktu pendek. Tapi perlu diingat bahwa tritium adalah isotop hidrogen yang mana merupakan salah satu unsur pembangun tubuh yang utama, sehingga bila masuk ke dalam tubuh baik melalui pernafasan, pencernaan maupun melalui penyerapan oleh kulit, maka dengan cepat akan tersebar ke seluruh jaringan tubuh, misalnya cairan intraselluler dan ekstraseluler, dan akhirnya merusak DNA [3].

Untuk tujuan keselamatan pekerja serta lingkungan sekitar tapak dilakukan analisis lingkungan terhadap keberadaan tritium di reaktor TRIGA 2000, PTNBR BATAN Bandung, mulai dari sumber potensi cemaran sampai ke lingkungan dalam tapak reaktor. Analisis dilakukan dengan mengukur konsentrasi air tangki reaktor dan bulk shielding sebagai sumber cemaran, udara ruang reaktor, serta udara sekitar reaktor dalam tapak. Dari hasil analisis diharapkan dapat diketahui apakah ada kontribusi pengoperasian reaktor TRIGA 2000 terhadap konsentrasi tritium di lingkungan.

Tags