Latest News

Sunday, April 3, 2011

Study On User Consideration Document For NPP Development In Indonesia

STUDY ON USER CONSIDERATION DOCUMENT FOR NPP DEVELOPMENT IN INDONESIA

Sudi Ariyanto, Sunardi, Eddy Syah Putra, Agus Cahyono
PPEN � BATAN

ABSTRACT
STUDY ON USER CONSIDERATION DOCUMENT FOR NPP DEVELOPMENT IN INDONESIA.
A document concept on User Consideration has been written Indonesia that plans to employs nuclear power plants (NPP) to meet its electricity demand. The document contains requirements that should be fulfilled by supplier developing and deploying NPP, which is safe and proven. There are 7 main issues covering general requirements on economy and finance, infrastructure and implementation, nuclear safety, resources environment and spent fuel, and waste management, proliferation resistance, physical protection as well as technical requirement. Electricity generation cost must be competitive. Requirements n user involvement (local participation) in nuclear project and technological transfer are considered important to minimize dependency. Safety standard must be in accordance with the IAEA regulation and there must be a guarantee that NPP has the best safety. Impact of radiology and non-radiology aspects to the environment must be in accordance with Indonesia regulation, generated waste amount should be as low as possible, and decommissioning program is considered in the design stage of NPP. The NPP should have design features related to safeguards implementation as well as physical protection. Technology and system of NPP should be proven, and demonstrated through several years of operation of similar NPP as a commercial plant elsewhere. The design should be based on standardized plant design to make it possible to be built in various sites of different conditions without significantly increasing the costs. The design margin should be optimized to avoid unnecessary increases of costs. An integrated design approach should be used to achieve ease of operation, monitoring, inspection and maintenance of the NPP. The following performance targets should be achievable: an availability factor = 85%; unplanned scrams = 1/year, safe shutdown in case of loss of load; 18-months refueling cycle; and the possible usage of different fuels such as MOX. In the future, the NPP should have the load following capabilities and can be applied as co-generation to get other benefit such as desalination, hydrogen production, coal liquefaction, and heat production at high level temperature.

Keywords: NPP, UCD, consideration, user
Prosiding Seminar Nasional ke-15 Teknologi dan Keselamatan PLTN Serta Fasilitas Nuklir ISSN : 0854 � 2910 Surakarta, 17 Oktober 2009

ABSTRAK
KAJIAN DOKUMEN PERTIMBANGAN PENGGUNA UNTUK PEMBANGUNAN PLTN DI INDONESIA.
Dokumen ini berisi persyaratan yang ditetapkan oleh pemilik (pengguna) agar dipenuhi oleh pemasok yang akan membangun PLTN di Indonesia dengan tujuan mendapatkan teknologi dengan keselamatan terbaik dan telah terbukti keandalannya. Terdapat 7 isu utama dalam dokumen ini yang meliputi persyaratan ekonomi dan keuangan, infrastruktur dan implementasi, keselamatan nuklir, lingkungan sumber daya dan bahan bakar bekas serta pengelolaan limbah, resistensi proliferasi, proteksi fisik dan masalah persyaratan teknik. Biaya pembangkitan listrik harus bersaing dan harus dikuti oleh tingkat biaya modal yang masih dapat diterima. Keterlibatan pengguna (partisipasi lokal) dalam proyek nuklir dan alih teknologi dipertimbangkan sebagai persyaratan yang sangat penting untuk meminimalkan kebergantungan pada pihak luar. Standar keselamatan harus sesuai dengan peraturan IAEA dan harus ada jaminan bahwa PLTN yang dibangun harus menonjolkan keselamatan yang terbaik. Dampak lingkungan radiologi dan non-radiologi harus sesuai dengan peraturan nasional, jumlah limbah yang ditimbulkan harus sekecil mungkin, dan pada tingkat awal desain PLTN, program dekomisioning sudah dipertimbangkan. PLTN yang dibangun harus memiliki ciri desain terkait dengan pelaksanaan safeguards, termasuk di dalamnya kemampuan proteksi fisik dari PLTN. PLTN yang akan digunakan di Indonesia harus didisain berdasarkan rancangan PLTN standar yang dapat dimanfaatkan di berbagai lokasi tanpa perubahan biaya yang berarti, sederhana dengan jumlah tipe sistem dan komponen yang sedikit. Harus dipertimbangkan pula desain margin yang optimum untuk menghindari tambahan biaya serta pendekatan disain yang terintegrasi untuk memperoleh kemudahan operasi, pemantuan, inspeksi dan perawatan dari PLTN yang akan dibangun. Faktor ketersediaan disyaratkan =85%; scram tidak direncanakan = 1/year; PLTN berhenti secara aman ketika kehilangan beban; siklus pengisian bahan bakar 18 bulan dan kemungkinan pemakaian bahan bakar yang berbeda seperti MOX. Disain PLTN juga harus memungkingkan pemanfaatan PLTN yang mengikuti beban serta dapat diaplikasikan sebagai kogenerasi untuk memperoleh manfaat lain seperti desalinasi, produksi hidrogen, pencairan dan gasifikasi batubara, dan produksi panas suhu tinggi.

Katakunci: PLTN, UCD, pertimbangan, pengguna

1. PENDAHULUAN

Kebutuhan tenaga listrik terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan laju pertumbuhan ekonomi, laju pertumbuhan penduduk dan pesatnya pembangunan di sektor industri. Untuk memenuhi kebutuhan pasokan tenaga listrik, akan menjadi lebih sulit jika hanya bergantung pada sumber daya energi yang ada, yang saat ini ketersediaannya makin terbatas. Langkah-langkah dalam mencari sumber daya energi alternatif karenanya menjadi sangat penting.

Pemilihan sumber daya energi alternatif perlu mempertimbangkan berbagai aspek meliputi ketersediaan energi, teknologi, keselamatan, sosial, ekonomi dan lingkungan, serta aplikasi program alih teknologi dan partisipasi industri nasional di Indonesia. Oleh karena itu, diharapkan bahwa pemenuhan kebutuhan tenaga listrik akan memasuki era bauran energi yang optimum (optimum energy mix), dengan mempertimbangkan keterbatasan dari masing-masing sumber daya energi yang dipilih, kendala lingkungan, dan kebijakan nasional dalam diversifikasi sumber daya energi. Berdasarkan fakta bahwa PLTN secara teknis aman, selamat, handal, bersih dan berwawasan lingkungan, ekonomis, serta didukung oleh kesiapan sumber daya manusia dan infrastruktur, termasuk hasil studi kelayakan pembangunan PLTN dan pengkajian komprehensif terhadap berbagai sumber daya energi bagi pembangkitan listrik di Indonesia maka pemanfaatan energi nuklir menjadi solusi yang paling tepat.

Studi Comprehensive Assessment of Different Energy Sources for Electricity Generation in Indonesia (CADES) yang dilakukan BATAN menunjukkan posibilitas penggunaan PLTN pada 2016. Selain itu, Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional menetapkan bahwa peranan energi baru dan terbarukan terhadap konsumsi energi khususnya biomasa, nuklir, hidro, matahari dan angin dalam bauran energi nasional mencapai lebih besar dari 5% pada tahun 2025. Untuk itu perlu disusun suatu pertimbangan terkait berbagai aspek dalam pembangunan PLTN dalam bentuk dokumen pertimbangan pengguna (User Consideration Document/UCD).

2. PERAN UCD

UCD untuk Indonesia adalah sebuah dokumen yang terdiri dari tujuh pertimbangan utama terkait dengan kondisi Indonesia. UCD mendefinisikan karakteristik umum yang digunakan oleh Pengguna PLTN di Indonesia di masa yang akan datang mencakup karakteristik persyaratan umum pada sistem yang terkait dengan nuklir beserta pendukungnya serta persyaratan spesifik Indonesia. Tujuan dari penyediaan dokumen semacam ini adalah untuk memberikan ketentuan dasar yang harus dilaksanakan oleh Pemasok yang akan membangun PLTN di Indonesia. Secara teoritis, kebaradaan UCD dapat mengurangi waktu penyusunan dan isi dokumen penawaran lelang yang biasa dilakukan dalam suatu proyek, karena persyaratan teknis dan lainnya yang biasanya dituliskan di dalam dokumen penawaran lelang sudah tercakup di dalam dokumen UCD.

3. ISI UCD

Secara garis besar, UCD disusun dalam 7 (tujuh) bagian: Ekonomi dan Pendanaan; Infrastruktur dan Implementasi; Keselamatan Nuklir; Lingkungan, Sumber daya, Pengelolaan Limbah dan Bahan bakar bekas; Ketahanan Proliferasi; Proteksi Fisik dan Persyaratan Teknis. Di antara semua bagian ini, Persyaratan Teknis merupakan komponen yang paling besar.

Bagian Ekonomi dan Pendanaan mencakup Biaya Pembangkitan Listrik, Biaya Modal, Durasi Rekayasa, Pengadaan, dan Konstruksi, Biaya Operasi dan Pemeliharaan, Biaya Bahan Bakar dan Manajemen Bahan Bakar, Pendanaan Proyek, Minimalisasi Risiko Investasi.

Bagian Infrastruktur dan Implementasi berisi Tipe Kontrak, Pemanfaatan Secara Maksimal Infrastruktur Lokal, Perizinan dan Fungsi Regulasi, Infrastruktur Jaringan Listrik, Jaminan Pasokan Bahan Bakar, Jaminan Pasokan Material dan Komponen Penting, Partisipasi Lokal, Alih Teknologi, Pengembangan Sumber Daya Manusia, Pengembangan Infrastruktur Industri.

Bagian Keselamatan Nuklir menetapkan hal terkait dengan Persyaratan Perizinan dan Peraturan, Pendekatan Analisis Keselamatan, Sistem Keselamatan, Peristiwa Eksternal, Paparan Radiasi Pekerja, Dosis pada Masyarakat Umum, Frekuensi Kecelakaan.

Di dalam bagian Lingkungan, Sumber daya, Pengelolaan Limbah dan Bahan bakar bekas ditetapkan persyaratan mengenai Dampak Lingkungan, Ketersediaan Jangka Panjang Bahan Fisil, Jumlah Limbah, Pengelolaan Limbah Operasi, Pengelolaan Bahan Bakar Bekas, Dekomisioning.

Masalah Rezim Safeguards dicakup di dalam bagian Ketahanan Proliferasi, sedangkan bagian Proteksi Fisik mencakup Aspek Teknis Proteksi Fisik dan, Sistem Keamanan.

Komponen paling utama adalah bagian Persyaratan Teknis yang mencakup Spesifikasi Teknis Umum, Teknologi Terbukti, Standardisasi dan Modularisasi, Standar dan Kode, Jaminan Kualitas, Persyaratan Material, Kemudahan Konstruksi, Ketentuan Tata-Letak, Komisioning, Ukuran Unit, Masa Operasi Instalasi, Persyaratan Desain, Basis Design, Marjin Design, Pendekatan Design, Kemudahan Operasi dan Pemeliharaan, Kinerja Instalasi, Kemampuan Manuver, Siklus Isi Ulang Bahan Bakar, Fleksibilitas Pemakaian Bahan Bakar, Instrumentasi dan Kontrol, Sistem Proteksi dan Antarmuka Orang-Manusia, Persyaratan Fungsional Komponen, Persyaratan Fungsional Sistem dan Proses, Pembangkitan Listrik, Tapak, Aplikasi Non-Listrik.

4. BEBERAPA PERSYARATAN

Ekonomi dan Pendanaan
Pada dasarnya semua parameter biaya harus dikuantifikasikan dan diinformasikan kepada pengguna. Biaya pembangkitan listrik dari PLTN harus kompetitif dengan biaya pembangkitan listrik dari sumber energi lainnya di Indonesia. Biaya modal harus serendah mungkin tanpa ada peningkatan biaya operasional. Total waktu untuk rekayasa, pengadaan, dan konstruksi maksimal 8 (delapan) tahun, sedangkan waktu untuk konstruksi dari peletakan batu pertama sampai operasi komersial maksimal 48 bulan. Pemasok harus memberikan data (terkait dengan aspek ekonomi dan teknik) yang mencakup pengadaan material, pengayaan, fabrikasi, transportasi, penyimpanan dan/atau proses ulang, serta biaya bahan bakar teras pertama. Dalam hal pendanaan proyek, Indonesia mengharapkan agar Pemasok memberikan dukungan pendanaan proyek PLTN dan semua kegiatan pra-proyek.

Terkait dengan risiko investasi, Pemasok harus mengkaji semua risiko potensial proyek terhadap skedul proyek dan kinerja PLTN, dan memberi saran bagaimana risiko tersebut dikelola, membantu Pengguna untuk mengidentifikasi unsur lain dari risiko potensial proyek. Mekanisme kompensasi kerugian yang ditimbulkan dari keterlambatan konstruksi atau kinerja yang buruk dari Pemasok harusdinyatakan dan dikuantifikasi secara jelas.

Infrastruktur dan Implementasi
Mengingat Indonesia belum memiliki pengalaman proyek PLTN, maka PLTN pertama Indonesia harus diimplementasikan melalui kontrak turnkey dengan semaksimal mungkin memanfaatkan infrastruktur lokal. Pemasok harus mengembangkan solusi yang memadai untuk menekan kebutuhan perubahan dan/atau penyempurnaan infrastruktur artinya bahwa desain harus menyesuaikan diri dengan infrastruktur yang tidak dapat diubah, misalnya peraturan nasional, kondisi jaringan dan frekuesi listrik dan fluktuasi beban lokal.

Agar tidak menimbulkan kebergantungan kepada satu pemasok bahan bakar, material dan komponen penting, maka reaktor harus dirancang untuk bisa menerima pasokan dari Pemasok yang berbeda, dan Pemasok harus secara aktif mendorong terbentuknya mekanisme internasional yang memadai untuk menjamin pasokan selama masa operasi instalasi dan tidak menghambat pengembangan dan pasokan yang dibutuhkan selama masa operasi instalasi.

Selain itu, Pemasok harus membantu tercapainya partisipasi lokal yang optimum, memanfaatkan kemampuan Indonesia dalam pekerjaan sipil, manajemen proyek dan pembuatan komponen konvensional semaksimal mungkin, serta memaksimalkan pemanfaatan tenaga kerja dan ahli, dan layanan pengawasan Indonesia sesuai dengan undang-undang tenaga kerja Indonesia. Program alih teknologi harus dilakukan berupa pemberian dokumentasi elektronik mengenai konfigurasi instalasi (spesifikasi desain sistem, diagram logika, diagram proses dan instrumentasi, pengaturan instalasi, dan lain-lain), basis desain, kode komputer berlisensi untuk analisis dan manajemen bahan bakar, dan pelatihan pemakaiannya. Demikian juga dengan masalah pengembangan sumber daya manusia. Harus diberikan pelatihan kepada personil Indonesia untuk meningkatkan kemampuan dalam pelaksanaan kegiatan yang terkait dengan konstruksi, operasi dan pemeliharaan PLTN selama masa operasinya.

Keselamatan Nuklir
PLTN harus memenuhi ketentuan Sistem Energi Nuklir (SEN) Indonesia, Standar Keselamatan IAEA dan BAPETEN serta negara asalnya. Keselamatan desain PLTN harus diperlihatkan melalui kombinasi analisis keselamatan deterministik dan probabilistik dan alasan pemilihan data kombinasi ini harus dijelaskan oleh Pemasok, termasuk justifikasinya. Sistem keselamatan harus yang terbukti dan dirancang untuk meminimalkan timbulnya persoalan yang dihadapi oleh operator, tahan terhadap dampak eksternal dari lingkungan dan kejadian ekstrim lainya. Filosofi defence-in-depth harus diterapkan di dalam desain. Paparan radiasi kepada pekerja maupun masyarakat harus serendah mungkin (as low as reasonably achievable) dan tidak melebihi peraturan batas dosis nasional dan internasional.

Lingkungan, Sumber Daya, Pengelolaan Limbah dan Bahan Bakar Bekas
Lepasan radioaktif dan kimia dari PLTN ke lingkungan harus memenuhi peraturan nasional Indonesia serta konvensi dan ketentuan internasional dan peraturan wilayah. Pemasok harus memberikan informasi tentang hasil pengkajian dan evaluasi skenario pengembangan tenaga nuklir dunia untuk ketersediaan jangka-panjang bahan fisil. Jumlah limbah padat, cair, dan gas dan buangan yang dihasilkan selama operasi PLTN harus ditekan serendah mungkin, dan Pemasok harus memberikan petunjuk dan fasilitas pengelolaan limbah. PLTN harus memiliki tempat penampungan yang mencukupi untuk mengakomodasi: bahan bakar bekas selama 10 tahun,bahan bakar untuk teras lengkap (unloading dan pemeliharaan), berbagai peralatan teriradiasi, dan bahan bakar segaruntuk isi ulang.

Walaupun PLTN bisa beroperasi selama 40 � 60 tahun, masalah dekomisioning harus pula dipertimbangkan sejak dari fase desain. PLTN harus dirancang dengan kemudahan dekomisioning. Petunjuk mengenai dekomisioning harus disediakan oleh Pemasok sebelum operasi PLTN.

Ketahanan Proliferasi Rezim Safeguards
Pemasok harus tidak menerapkan peraturan tambahan apapun berkaitan dengan aspek intrinsik yang bertentangan dengan proliferasi tenaga nuklir terhadap penandatangan NPT (Non Proliferation Treaty) dan perangkat internasional lainnya yang berkaitan dengan tenaga nuklir. Pemasok harus merancang PLTN dengan memperhatikan keterkaitan aspek safeguards dengan rezim safeguards IAEA yang terkini.

Proteksi Fisik

Aspek Teknis Proteksi Fisik dan Sistem Keamanan
Desain PLTN harus memasukkan perangkat dan keutamaan teknis untuk melindungi instalasi dari pencurian, sabotase dan tindak terorisme dan kerusuhan melalui integrasi pengaturan dan konfigurasi sistem dengan desain keamanan instalasi, sesuai dengan ketentuan internasional, serta praktik dan peraturan Indonesia. Sistem proteksi fisik harus berdasarkan pada evaluasi ancaman terkini nasional. Sistem keamanan instalasi harus mempunyai tujuan sistem, kesederhanaan desain, ekonomi, dan keandalan.

Persyaratan Teknis Spesifikasi Teknis Umum
Pemasok harus memberikan spesifikasi teknis umum untuk seluruh instalasi kepada Indonesia sebagai Pengguna. Spesifikasi teknis umum ini harus mencakup karakteristika instalasi utama, karakteristika lokasi utama, karakteristika operasi, kriteria desain utama, sistem suplai tenaga dan koneksi listrik ke jaringan, dan persyaratan terkait lainnya untuk membuat PLTN berfungsi secara utuh.

Teknologi Terbukti
Teknologi terbukti harus mencakup sistem dan unsur PLTN keseluruhan. Unsur ini harus meliputi komponen, struktur instalasi, desain dan teknik analisis, kemudahan pemeliharaan, dan kemudahan operasi dan teknik konstruksi harus ditunjukkan melalui satu atau lebih berikut ini: Beberapa tahun operasi PLTN yang telah ada; Fasilitas pengujian berskala penuh atau sebagian; Beberapa tahun operasi di industri yang memungkinkan seperti industri bertenaga fosil dan industri proses. Sistem PLTN terbukti keseluruhan harus diperoleh dari beberapa tahun operasi PLTN referensi sebagai instalasi komersial dengan catatan operasi yang baik. Sistem reaktor harus sudah memperoleh izin atau harus bisa memenuhi syarat untuk mempunyai izin di negara asal dan informasi perizinan ini harus disediakan oleh Pemasok.

Standardisasi dan Modularisasi
PLTN harus dirancang berdasarkan desain instalasi dan komponen berstandar yang harus ditetapkan untuk mencakup sebanyak mungkin kondisi tapak tanpa kenaikan biaya yang signifikan. Pemasok harus meminimalkan jumlah jenis komponen selama memungkinkan, tanpa mengurangi keselamatan instalasi. Desain komponen dan peralatan harus memungkinkan pasokan penggantiannya selama masa operasi PLTN oleh Pemasok selain Pemasok asalnya. Sistem satuan Standar Internasional harus digunakan dalam desain dan dokumentasi terkait.

Standar dan Kode
Semua komponen dan sistem harus memenuhi peraturan standar dan kode di Indonesia. Pemasok bertanggung jawab untuk memilih dan mengajukan kombinasi Standar dan Kode yang sesuai dan konsisten, untuk digunakan mendesain peralatan, sistem dan struktur PLTN. Standar dan kode yang diajukan oleh Pemasok instalasi harus suatu kumpulan yang konsisten dan harus berdasarkan pada pengalaman berlisensi terkini.

Jaminan Kualitas
Pemasok harus menyediakan program Jaminan Kualitas untuk semua tahap proyek instalasi mulai dari penentuan tapak, desain, manufaktur, konstruksi, inisiasi atau start-up dan operasi. Jaminan kualitas harus sesuai dengan ketentuan Standar Internasional ISO 9001:2000 atau versi terbaru, dan Standar Nasional Indonesia SNI 19-9001-2001atau versi terbaru, dan sesuai dengan IAEA/GSR-3 serta maksud dari ketentuan program jaminan kualitas yang dimuat di publikasi AS 10CFR50 Appendiks B and ANSI/ASME NQA-1.

Semua subkontraktor yang terlibat dalam Proyek PLTN harus mempunyai Program Jaminan Kualitas yang terdokumentasi yang memenuhi ketentuan yang dinyatakan dalam Program Jaminan Kualitas Pemasok. Pembagian tanggung-jawab antara semua organisasi yang berpartisipasi harus dibagi selama periode negosiasi kontrak, dan perhatian khusus harus diberikan pada antarmuka antara organisasiorganisasi ini.

Persyaratan Material
Material yang digunakan harus yang sudah terbukti dalam industri dan harus memenuhi spesifikasi standar yang berlaku. Material yang bersentuhan dengan cairan radioaktif harus memenuhi syarat berikut ini: resistensi tinggi terhadap semua fenomena dalam kondisi operasi; memungkinkan suatu tingkat pengerjaan permukaan yang sesuai untuk mengurangi kontaminasi permukaan; tahan terhadap kerusakan akibat reaksi kimia oleh fluida dan efek abrasif padatan yang tersuspensi dalam kondisi operasi; Harus dihindari pemakaian material yang tidak dapat didekontaminasi melalui proses yang diketahui saat ini.

Kemudahan Konstruksi
Desain, proses dan prosedur konstruksi harus memungkinkan pemakaian tenaga kerja lokal Indonesia yang optimum di lokasi dan prafabrikasi di pabrik atau tapak. Desain, proses dan prosedur konstruksi harus memungkinkan fleksibilitas skedul konstruksi.

Ketentuan Tata-Letak
Tata letak instalasi harus didasarkan pada pengaturan instalasi standar dan desain bangunan standar.

Komisioning
Program komisioning harus disiapkan oleh Pemasok dan disetujui oleh Pemilik. Pemasok harus menyiapkan program detail uji mulai operasi (start-up test), dan melakukan analisis kelengkapan program uji yang diajukan. Organisasi yang bertanggung-jawab atas uji mulai operasi keseluruhan (Pemasok atau subkontraktor dan pemilik) harus menyetujui alokasi tanggung-jawab untuk setiap sistem untuk setiap fase program mulai operasi. Setiap tahap dari program harus dikaji dan tidak dibolehkan untuk maju ke tahap berikutnya sampai evaluasi hasil uji komisioning selesai dilakukan dan semua persyaratan peraturan dipenuhi. Rapat/pertemuan harus diadakan untuk mengkaji hasil-hasil dari setiap fase program.

Masa Operasi Instalasi.
Masa operasi instalasi PLTN harus paling tidak 60 tahun.

Desain Instalasi
Reaktor harus dirancang sedemikian sehingga dapat berhenti operasi (shutdown) secara aman dan memiliki pendinginan yang memadai selama kondisi operasi normal dan tidak normal. Desain pembebanan untuk sistem pendingin reaktor, alur uap dan air-umpan, harus mempertimbangkan kombinasi beban (load) sesuai dengan peraturan negara Pemasok dan kode desain yang relevan. Teras reaktor, sistem pendingin reaktor, pemipaan sistem uap dan air umpan harus dirancang sedemikian rupa untuk memperoleh efisiensi panas yang optimum.

Turbin harus didesain sesuai dengan Spesifikasi IEC untuk Turbin Uap dan peraturan dan ketentuan yang berlaku di negara asalnya. Generator harus didesain demi operasi yang memuaskan dengan turbin di bawah semua kondisi operasi teknis, termasuk pembongkaran (dismantling) yang minimum seperti yang diperlukan untuk penyeimbangan rotor di lokasi. Bangunan reaktor harus dibangun di atas pondasi yang memadai. Desain pembebanan untuk bangunan dan gedung harus dipertimbangkan dan dikategorisasi dalam kondisi normal atau operasi, beban lingkungan serius dan pembebanan lingkungan yang ekstrim.

Basis Desain
Kriteria yang harus dipenuhi untuk desain berbasis gempa (design basis earthquakes/DBE) harus sesuai dengan standar IAEA. Kriteria, kode, dan standar detail lainnya yang biasa dipakai harus dipertimbangkan. Goncangan tanah untuk DBE dan kondisi tanah untuk desain seismik harus diperhitungkan dari Situs Data dan Informasi Tapak (SDI).

Marjin Desain
PLTN harus dirancang untuk mencakup marjin yang mencukupi untuk memberikan ketersediaan yang tinggi dan untuk meminimalkan kesempatan melewati batasbatas peraturan. Pemasok harus memberikan informasi tentang bagaimana marjin desain disediakan untuk kelebihan (features) baru dan kondisi-kondisi operasi baru.

Pendekatan Desain
Desain instalasi harus sederhana dengan tujuan untuk meminimalkan jumlah jenis sistem dan komponen, tanpa menimbulkan dampak buruk pada aspek ekonomis, dan kinerja dan keselamatan instalasi, sekaligus meningkatkan kemudahan operasi dan pemeliharaan. Suatu pendekatan desain terpadu harus digunakan untuk memberikan kemudahan konstruksi, komisioning, operasi dan pemeliharaan.

Kemudahan Operasi dan Pemeliharaan
Pemeliharaan dan perawatan secara online harus dimasukkan dalam desain instalasi. Waktu ketidak-tersediaan (outage) yang dibolehkan untuk sistem keselamatan harus dioptimasi dengan memperhatikan ketersediaan instalasi dan biaya pembangkitan. Peralatan harus dirancang agar memiliki kebutuhan pemeliharaan yang minimal dan sederhana, dan memfasilitasi pemeliharaan yang diperlukan sehingga ketentuan shutdown rutin, inspeksi, dan pemeliharaan konsisten dengan durasi siklus bahan bakar yang diusulkan.

Penggerak batang kendali harus tidak membutuhkan pemeliharaan apapun antara shutdown pengisian-ulang bahan bakar yang terjadwal dan hanya sejumlah sedikit penggerak tersebut yang memerlukan perbaikan. Kemudahan penggantian bagian-bagian yang berputar dan bagian-bagian lain yang harus diperiksa, keausan atau penggantian harus bisa dilakukan. Pompa pendingin reaktor harus bisa diperbaiki tanpa harus menguras bejana reaktor di bawah titik tengah dari pemipaan utama penghubung. Perbaikan apapun termasuk penggantian impeller harus tidak memerlukan waktu selain downtime untuk pengisian-ulang bahan bakar.

Kinerja Instalasi
PLTN harus mampu mencapai Faktor Ketersediaan �� 85%. Pemasok harus memberikan petunjuk tata cara operasi terbaik untuk memperoleh level kinerja ini. Jumlah scram otomatis yang tidak direncanakan harus kurang dari 1 kali scram per tahun. Untuk kasus kehilangan beban, PLTN harus mampu shutdown (berhenti operasi) secara aman. Durasi instalasi untuk mendinginkan (cool down) dari hot zero power ke cold shutdown pada temperatur kurang dari kondisi 60�C dalam waktu 20 jam, dan ini harus tidak lebih dari 24 jam.

Durasi start-up instalasi dari kondisi cold shut down ke temperatur 60�C ke kondisi hot shut down pada tekanan dan temperatur penuh harus dalam 24 jam. Desain teras harus memungkinkan fleksibilitas berbagai skema manajemen isi ulang bahan bakar, termasuk konfiguras teras bocor-netron (neutron-leakage) yang rendah. Desain instalasi umum harus mencapai keseimbangan optimum yang mengurangi Paparan Radiasi Kerja (Occupational Radiation Exposure) seperti berikut: target dosis efektif individu: 5 mSv/tahun; tarket dosis kolektif untuk dosis kolektif tahunan rerata selama masa operasi instalasi <0,5 orang-Sv.

Siklus Isi-Ulang Bahan Bakar
Desain PLTN harus mampu untuk siklus isi ulang bahan bakar paling tidak 18 bulan.

Fleksibilitas Pemakaian Bahan Bakar
PLTN harus mempunyai kemampuan untuk menggunakan bahan bakar yang berbeda seperti bahan bakar campuran uranium dan plutonium (MOX) dan/atau bahan bakar thorium oksida di masa mendatang dengan modifikasi fasilitas yang minimum.

Instrumentasi dan Kontrol, Sistem Proteksi dan Antarmuka Orang-Manusia
Sistem kontrol harus dirancang untuk mengatur kondisi operasi secara otomatis untuk merespons perubahan kondisi instalasi dan perubahan-perubahan yang diperkirakan dalam permintaan beban instalasi selama operasi normal. Sistem proteksi reaktor harus didesain sedemikian sehingga sistem dapat mengukur variabel-variabel proses, mendeteksi kondisi instalasi yang abnormal dan mengaktifkan penghentian operasi reaktor secara otomatis untuk memelihara integritas batas-batas teras dan pendingin reaktor. Sistem pengaktif (aktuasi) harus secara otomatis mengaktifkan Engineered Safety Features (ESF) dengan keandalan tinggi dan menjaga integritas pengungkung jika terjadi kecelakaan kehilangan pendingin (Loss of Coolant Accident) untuk menjamin keselamatan masyarakat dan staf instalasi.

Personil operasi harus dibantu dalam menjalankan fungsinya oleh kontrol otomatis dan perangkat pemantauan tingkat tinggi serta oleh sistem petunjuk operasi berkomputer. Proteksi instalasi harus didasarkan pada Penggunaan sirkuit otomatis yang tidak memerlukan interpretasi atau tindakan personil operasi untuk mengaktifkannya. Sistem kontrol dan proteksi didasarkan pada teknologi analog ataupun digital. Antarmuka Orang-Mesin (Man-Machine Interface/MMI) harus memperhitungkan praktik faktor manusia, otomatisasi instalasi yang optimum, dan unit satuan (jarak, temperatur, dan lain-lain) dan harus terstandarisasi. Antarmuka Orang-Mesin (Man-Machine Interface) harus diatur sedemikian rupa berdasarkan bahasa Pengguna.

Tapak
PLTN harus dirancang untuk sesuai dengan tapak atau lokasi yang berbeda. Untuk situs di daratan, aspek penting yang harus dipertimbangkan adalah kemampuan penyesuaian PLTN terhadap pemakaian menara pendingin, dan transportasi peralatan dan komponen besar.

Untuk situs tepi laut, aspek penting yang harus dipertimbangkan adalah penggunaan air laut untuk pendinginan kondensor dan pemakaian material yang tahan korosi untuk menghadapi kondisi-kondisi atmosfir.

Aplikasi Non-Listrik
PLTN harus memiliki fleksibilitas aplikasi nonlistrik, jika diperlukan.

5. KESIMPULAN

UCD telah mengakomodsikan sejauh mungkin aspek positif dan keamanan kepada Indonesia. Aspek yang tercakup di dalamnya masih dapat dipenuhi oleh Pemasok. Dengan demikian, UCD merupakan suatu dokumen yang mempertemukan keinginan Pengguna dan Pemasok yang memberikan keuntungan kepada kedua fihak.

6. DAFTAR PUSTAKA

1. PRINSIP DASAR DARI SISTEM ENERGI NUKLIR (PD-SEN) DI INDONESIA, REVISI 1, BATAN, 2007
2. Nuclear Energy Series Technical Reports No. NP-T-1.17: �Common User Considerations (CUC) by Developing Countries for Future Nuclear Energy Sistems: Report of Stage 1,� IAEA, Vienna, Mei 2009.
3. PSAR tapak untuk Indonesia PPEN 2007




No comments:

Post a Comment

Tags